Jakarta – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) pada 19 – 21 November 2021 lalu yang sekaligus diadakan Sidang Istimewa Sinode, melahirkan beberapa keputusan.
Pertama, Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka menjadi Ketua Umum (Ketum) selama periode 2020 – 2024, menggantikan Pdt. Marjiyo.
Kedua, adanya perbaikan/penyempurnaan AD/ART, point tentang pergantian kepemimpinan. Ketiga, GKSI versi Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka berpegang teguh kepada keputusan Sidang Majelis Pekerja lengkap (MPL) dan Sidang Raya Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia (PGI) di Waingapu, Sumba Timur, NTT. Juga saran dari pemerintah, dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen, yaitu berdamai.
“Keputusan SI GKSI versi Pdt. Iwan Tangka, siap berdamai kapan saja. Ini akan kami serahkan kepada PGI di mana GKSI menjadi anggota serta Dirjen Bimas Kristen sebagai pemerintah,” kata pendiri GKSI yang juga Majelis Tinggi GKSI, Willem Frans Ansanay.
Tambahnya, keputusan berdamai diambil dalam keputusan SI GKSI, sebagai bentuk taat asas kepada anjuran PGI dan Dirjen Bimas Kristen. “Jadi kalau ada pengakuan dari GKSI versi lain bahwa mereka diakui oleh PGI, itu pasti tidak benar. Kami percaya PGI lewat Ketum, Pdt. Gomar Gultom akan konsisten dengan keputusan PGI di Waingapu dan begitupun Dirjen Bimas Kristen,”tutur Willem Frans Ansanay yang akrab disapa Frans.
“Juga kalau mereka diterima oleh PGI atau Dirjen Bimas Kristen, dasar untuk diterimanya apa? Tapi kami tidak melihat Ketum PGI, Pdt. Gomar Gultom dan Dirjen Bimas Kristen akan melakukan hal yang keliru. Karena mereka menginginkan kedamaian,”.
Pada wartawan, Frans menyesalkan ada oknum – oknum yang mencoba mengartikan keinginan damai dari pihak GKSI versi Pdt. Dr. Jemmy Iwan Tangka, sebagai alasan karena sudah mau mati alias sudah tidak ada pengikut.
Tidak hanya itu, ada juga oknum yang mencoba mengartikan keinginan damai karena GKSI versi Pdt. Iwan ingin menguasai GKSI dan akan memecat serta mengambil aset GKSI. “Semua itu keliru. Kami menginginkan perdamain karena memang Tuhan Yesus ajarkan untuk berdamai. Juga lembaga (PGI) dan pemerintah menganjurkan kami berdamai,”tegas Frans.
“Sekali lagi keliru. Secara sinodal, tidak mungkin ada kekuatan yang bisa mengambil alih aset, karena ada AD/ART yang didalamnya kekuasaan ada di tangan para hamba Tuhan GKSI yang ratusan jumlahnya,”.
Frans berkata kecurigaan – kecurigaan yang dibangun menjadi isu dan opini liar itu keluar dari orang – orang yang tidak bertanggungjawab dan tidak menginginkan perdamaian karena ada yang dipertahankan.
“Damai itu indah. Kalau kita tidak damai, untuk apa kita beritakan Firman di hari Minggu, dengan terus menggaungkan perdamaian dari Kristus tetapi kita sendiri tidak mau berdamai. Mari kita berikan teladan kepada jemaat,”ajak Frans.
Frans mencoba berandai-andai, bila phak GKSI versi sebelah terus bertahan tidak mau berdamai maka GKSI versi Pdt. Iwan akan menyerahkan kepada pemerintah. “Masa iya hanya karena mereka tidak mau damai lalu ‘GKSI tersandera’ di PGI dan Dirjen Bimas Kristen? Kami memohon pada pemerintah untuk memberikan solusi, dan memberikan kepastian. Kalau memang dinyatakan pisah, kami terima. Intinya sinode kami dan mereka juga diterima dan diberikan ijin pelayanan di Indonesia,”paparnya.
Lebih jauh, Frans menjelaskan, untuk logo tetap dimiliki pihak GKSI versi Pdt. Iwan sesuai keputusan hak cipta logo. “ Intinya kami mau damai. Kalau damaipun harus ditempuh dengan berpisah, silahkan. Pemerintah tinggal berikan ijin dan kalau diminta GKSI tetapi ( S ) nya berbeda, silahkan. Intinya kami mau damai sehingga pelayanan bisa berjalan tanpa gangguan,”.
Bagi pihak GKSI versi Pdt. Iwan, apapun bentuk damai yang dicapai, tidak ada masalah karena GKSI versi Pdt. Iwan, melayani Tuhan, bukan melayani perut dari Ketua Sinode. “Sebab Kristus hadir untuk mendamaikan Allah dengan manusia. Kalau ada orang yang menyandang predikat pendeta dan hamba Tuhan tetapi tidak mau berdamai, artikan sendiri saja,”
Di sisi lain bila perdamaian itu juga tidak dicapai, Frans mengungkapkan pihaknya akan melaksanakan keputusan SI GKSI versi Pdt. Iwan yaitu akan terus mencari keadilan lewat proses hukum yang sedang berjalan.
“Kami tentu akan melihat perkembangan ke depan, bila perjalanan menuju perdamaian menuju jalan buntu maka proses hukum akan terus berjalan. Sebaliknya bila proses perdamaian ada titik terang maka proses hukum akan dicabut,”
DI sisi lain, Frans sangat gembira melihat perkembangan GKSI versi Pdt. Iwan, di mana fakta SI kemarin diikuti oleh 152 jemaat dan beberapa bulan ke depan akan bertambah lebih dari 30 jemaat serta akan terbentuk satu lagi Badan Pengurus Wilayah (BPW) di Sumatera.