Jakarta – Sudah lebih dari satu tahun pandemi Covid-19 belum berakhir, khususnya di Indonesia. Dari data pemerintah, Rabu (28/7/2021) ada penambahan 47.791 orang yang terpapar Covid-19, 43.856 orang yang sembuh dan 1.824 orang yang meninggal.
Informasi mengenai Covid-19 sebenarnya sudah sering dibagikan melalui media massa maupun media sosial, tapi masih banyak orang yang abai.
GBI Citra 2 yang digembalakan Pdt. Markus Sudarji berinisiatif menggelar webinar kesehatan “Isoman yang benar dan Mengatur Saturasi Oksigen Saat Terpapar”, Rabu (28/7/2021) malam. Hadir sebagai pembicara dr. Benny Octavianus (Dokter spesialis paru dan asisten khusus Menteri Pertahanan RI bidang kesehatan).
Mengawali pemaparannya, dr. Benny menjelaskan asal usul hingga alasan kenapa Covid-19 disebut sebagai virus yang berbahaya, terlebih varian delta yang saat ini merebak.
“(Varian delta berbahaya) karena bisa mengelabuhi sistem imun. (Juga) lebih berdampak pada keparahan penyakit, replikasi yang cepat, menurunkan efektivitas vaksin, menyerang segala usia,” paparnya.
Menurut dr. Benny, cara melawan mutasi virus adalah dengan “mutasi” juga yaitu dengan mengubah pola hidup dan mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Seperti, menggunakan masker dobel dengan benar saat berkegiatan di luar rumah, menjaga jarak dan sering mencuci tangan.
“Jadilah agen edukasi untuk keluarga dan lingkungan sekitar. Puji Tuhan selama menangani pasien Covid-19, saya masih sehat. Artinya (selain Tuhan) karena saya ketat protokol kesehatan. Saya pakai APD, masker dobel dan sering cuci tangan, pokoknya sedikit-sedikit saya cuci tangan,” kata Kepala Penanganan Covid di RSUD Cengkareng ini.
Menjadi agen edukasi, lanjut dr. Benny penting karena masih banyak orang yang salah kaprah dalam menghadapi Covid-19 terutama bila terpapar dan obat-obatan yang harus diminum. Misalnya, untuk pasien tanpa gejala (OTG) cukup mengkonsumsi vitamin C, D, obat komorbid (bila ada), dan obat-obatan suportif.
“Pasien OTG tidak perlu over treatment. Selain obat dan vitamin, cukup isolasi mandiri (isoman) selama 10 hari sejak terdiagnosa,” jelasnya.
“Lingkungan kamar isoman harus memiliki ventilasi, cahaya dan udara yang baik. Pisahkan cucian kotor dengan pakaian kotor keluarga lainnya, memiliki alat makan khusus, rutin periksa suhu tubuh dan saturasi oksigen. Selain itu selalu pakai masker, makan bergizi, berjemur,” tambah dr. Benny.
Lebih jauh, dr. Benny berkata untuk pasien dengan gejala ringan cukup mengkonsumsi vitamin C, D, obat-obatan antioksidan, antivirus dan obat simtomatis. Pasien gejala ringan ini bisa isolasi mandiri selama 10 hari sejak terdiagnosa ditambah 3 hari bebas gejala.
Katanya lagi, untuk pasien gejala sedang hingga berat, pengobatannya lebih kompleks dan perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit.
“Bila ada tanda-tanda saturasi kurang dari 95%, sulit mengambil napas, napas lebih dari 20 kali per menit, wajah atau bibir kebiruan, kehilangan kesadaran, demam lebih dari 38 derajat, nyeri dada, batuk semakin parah, segera hubungi rumah sakit agar segera dapat penanganan,” tegasnya.
Dr. Benny menganalogikan mengobati Covid-19 ibarat pemadan kebakaran. Untuk itu orang di sekitar harus peka dan tanggap.
“Misalnya dapur kebakaran, kita siram 5 ember api bisa langsung mati. Tapi kalau sudah menyambar kemana-mana, ya pasti makin besar apinya. Jadi kalau sudah mengalami gejala agak berat lalu baru dibawa ke rumah sakit 3-5 hari kemudian, itu bahaya. Pasien bisa saja meninggal ketika baru sampai rumah sakit,” katanya.
Diakhir, dr. Benny mengajak peserta untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Sebab vaksinasi menjadi kunci untuk mempercepat tercapainya herd immunity.
Pdt. Markus Sudarji dan istri, Pdt. Agustina Maria. (Foto: istimewa)
Pdt. Markus Sudarji dalam sambutan mengucapkan terima kasih kepada Wakil Ketua Bidang Luar Negeri PGLII, Pdt. Jacob Octavianus yang telah membantu menghadirkan dr. Benny Octavianus. “Hari ini merupakan berkat buat kami karena dokter Benny dapat memberkati kita sekalian,” ungkapnya.
Senada dengan dr. Benny, Pdt. Markus mengajak umat untuk menjadi agen edukasi Covid-19 dengan senantiasa memberikan informasi yang tepat bagi keluarga maupun masyarakat sekitar. Tujuannya, supaya semakin banyak orang yang paham dan tidak mudah termakan hoaks Covid-19.