Jakarta – Selasa (21/9/2021) Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (DPP PIKI) bidang Geopolitik ASEAN dan Dunia menggelar Webinar Nasional dengan tema “Ekonomi Laut Berkelanjutan Sebagai Konteks Presidensi Indonesia Pada G20”.
Webinar yang diikuti 73 peserta dari berbagai wilayah Indonesia ini dipandu moderator, Dr. Detji Nuban.
Dalam pembukaan, Ketua Umum DPP PIKI, Dr. Badikenita Sitepu mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah mendorong terjadinya pergeseran kekuatan ekonomi politik global yang membuka peran yang lebih besar bagi emerging countries.
“Pandemi Covid-19 akan menghasilkan ekuilibrium baru di mana Indonesia dapat mempunyai peran yang lebih strategis. Di tengah-tengah power shift global tersebut diharapkan Indonesia dapat memasukkan agenda-agenda kepentingan nasional Indonesia sebagai flagship dan concrete deliverables keketuaan Indonesia pada Forum G-20 tersebut,” katanya.
Dr. Badikenita berharap pada masa keketuaan Indonesia di Forum G20 nanti Indonesia dapat mengedepankan pembentukan norma (norm setting) bidang maritim dan pembangunan laut berkelanjutan.
Narasumber pertama, Peneliti senior di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Adriana Elisabeth memaparkan ada 4 poin penting dalam arsitektur ekonomi politik global, dan tata kelola forum G20.
Pertama, G20 menghadapi kesenjangan internal karena perbedaan kepentingan, nilai, efisiensi, representasi. Kedua, mekanisme pengambilan keputusan dalam forum G20 perlu memperhatikan setiap kekuatan, termasuk negara2 middle power. Ketiga, dunia masih menghadapi resiko-resiko terkait korupsi (bad corporate governance), terorisme/narco-terrorism, dan ekonomi ilegal. Keempat, Indonesia perlu mengoptimalisasi diplomasi ekonomi berbasis kelautan, mengimplementasikan ekonomi biru, dan meningkatkan adaptasi pada perubahan iklim.
Sementara itu narasumber kedua, Alan Koropitan, Ph.D (Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor) menyampaikan materi dengan judul “Pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan di Indonesia”.
Alan menyarankan agar Indonesia memprioritaskan pengembangan ekowisata berbasis ilmu pengetahuan. Menurutnya, Indonesia harus meningkatkan nilai ekonomi keunggulan dari keanekaragaman hayati Indonesia dengan cara memanfaatkan dan mengeksploitasi jasa ekosistem, serta melakukan eksplorasi laut dalam untuk memanfaatkan sumber daya laut dalam yang berkelanjutan.
Narasumber ketiga, Anggota Bidang Geopolitik ASEAN dan Dunia DPP PIKI, Dr. Semual Littik dalam materi yang berjudul “Geopolitik Poros Maritim Dunia: G20 dan Kepentingan Nasional Indonesia”, memaparakan bahwa sekitar 90% perdagangan global diangkut melalui laut, di mana 40% di antaranya melewati perairan Indonesia.
“Jika seluruh sektor kelautan tergarap dengan baik, maka nilainya bisa mencapai Rp 3.000 triliun per tahun. Sektor kelautan juga sanggup menyerap lebih dari 40 juta tenaga kerja di berbagai bidang, seperti sektor energi, perikanan, pengembangan wilayah pesisir, industri berbasis bioteknologi, dan transportasi laut,” paparnya.
Kemudian narasumber keempat, Gerald Bunga, SH., L.L.M., menyampaikan studi kasus perompakan dan perampokan bersenjata di laut melalui materinya yang berjudul “Pengamanan Selat Malaka-Singapura Berdasarkan Hukum Laut Internasional”.
“Kejahatan terhadap kapal berupa perampokan bersenjata di laut yang terjadi di Selat Malaka-Singapura tunduk pada yusdiksi dari Indonesia, Malaysia, atau Singapura. Kerjasama penanganan perompakan dan perampokan bersenjata yang dilakukan oleh ketiga negara ini perlu semakin ditingkatkan karena terjadi peningkatan perompakan dan perampokan bersenjata di laut di wilayah ini pada tahun 2019 (meningkat 75% dari tahun sebelumnya) dan tahun 2020 (meningkat 47,83% dari tahun sebelumnya),” kata Gerald.
Sebagai penutup, Partogi Samosir, Ph.D., menyatakan bahwa guna mengokohkan kedaulatan perairan Indonesia di tingkat global, Indonesia perlu memperkuat kerja sama internasional. Caranya dengan mendorong penyelesaian sengketa perbatasan maritime, mendorong investasi untuk pengembangan infrastruktur laut, dan mendorong keterlibatan Indonesia dalam pengaturan keamanan maritim di kawasan regional dan global.
“Berhubung Penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing) adalah tindakan kriminal, Indonesia perlu menginisiasi perumusan semacam konvensi internasional di Forum G20 sebagai upaya norm-setting dalam penindakan aktivitas kriminal di laut,” tuturnya.
Partogi menjelaskan Indonesia juga perlu mendorong agar Forum G20 dapat membahas isu-isu keamanan maritim non-militer, dan mengalokasikan bantuan finansial, teknologi, pendidikan dan pelatihan kepada para praktisi maritim dari berbagai bidang.
“Melalui sekuritisasi dan pengarusutamaan, pemerintah Indonesia dapat mengonstruksikan pemahamannya sehingga Forum G20 dapat mengadopsi pemahaman Indonesia tersebut,” jelasnya.
Menurut Partogi, agar Indonesia mampu mengambil keuntungan strategis dari posisinya sebagai perlintasan jalur perdagangan dunia, pemerintah perlu menetapkan jasa/layanan yang dapat diberikan pada kapal-kapal internasional yang melewati perairan Indonesia.
Usai pembahasan, dalam sesi tanya jawab ada satu catatan rekomendatif dari PIKI Jatim yang mengusulkan agar dalam Keketuaan Indonesia pada Forum G20, Indonesia dapat menginisiasi Laut Banda sebagai wilayah konservasi perikanan tangkap dunia. Sebab Laut Banda merupakan lokasi penting bagi wilayah penangkapan nasional (WPP 714-718) termasuk wilayah fishing ground di Pasifik.
Presidensi Indonesia dalam forum G20 juga diharapkan mampu mendorong G20 untuk secara kolektif menyelesaikan persoalan kelangkaan kontainer kosong dan harga freight kapal yang meningkat sangat tinggi secara global.