Harry Mandagi

JAKARTA – Dosa, kata yang sering terucap atau keluar dari orang – orang yang takut akan Tuhan. Tapi juga menjadi satu ironi. Banyak fakta menunjukkan orang – orang yang katanya takut akan Tuhan, dalam hal ini di lingkungan Kristiani, banyak melakukan hal dosa yang dianggap biasa.

Manusia bila dilihat dari Firman Tuhan, dilihat dari penciptaan Adam dan Hawa, diciptakan tanpa dosa. Tetapi Adam dan Hawa tidak mampu menjaga kepercayaan Allah, dan seperti Firman Tuhan mencatat, Adam dan Hawa jatuh dalam (berbuat) dosa. Kejatuhan ini berdampak kepada relasi Adam dan Hawa dengan Allah menjadi rusak, hubungan antar manusiapun menjadi rusak, hubungan manusia dengan alampun menjadi rusak dan banyak kerusakan-kerusakan lainnya akibat kejatuhan manusia pertama ini ke dalam dosa.

Kejatuhan Adam dalam dosa terhadap gambar dan rupa Allah bagi keturunan-keturunan Adam hingga hari ini, berdampak kepada 2 aspek: dalam arti sempit dan dalam arti yang lebih luas. Pertama, arti yang lebih sempit mencakup dalam 3 hal di mana berdampak kepada gambar dan rupa Allah dalam diri manusia; yaitu kekudusan Allah yang diberikan (“difotocopykan”) kepada manusia itu sudah hilang, pengenalan tentang Allah yang benar itu juga sudah hilang (bukan rusak) itulah sebabnya manusia jatuh kepada penyembahan berhala, dan status sebagai orang benar di hadapan Allah juga hilang sehingga manusia disebut dengan status sebagai orang berdosa (Rm 3:23). Natur dosa artinya statusnya berdosa, tanpa melakukan suatu kejahatan/dosa sekecil apapun, diri manusia itu tetap berdosa.

Kedua, arti yang lebih luas dampak dari dosa terhadap gambar dan rupa Allah dalam diri manusia; manusia itu masih bisa berpikir, masih bisa mencipta, keberadaan hati nurani, kebaikan manusia dan sebagainya, akan tetapi semua itu sudah tercemar/terdistorsi oleh dosa sehingga tidak dapat memenuhi/mencapai standard yang ditetapkan Allah.

Waktu Kristus datang ke dunia, manusia yang bernatur atau berhakekat dosa itu, ketika percaya kepada Tuhan Yesus maka manusia berdosa itu dibenarkan oleh Allah karena beriman kepada Kristus (Gal 2:16, 2 Kor 5:21). Apa arti dibenarkan oleh Allah? Mungkin sebuah analogi dapat membantu memahami kata “dibenarkan” ini :

Ada seorang anak yang sudah bisa menyetir kendaraan bermotor dan sudah memiliki SIM. Suatu hari anak ini menyetir kendaraan, tidak sengaja menabrak kendaraan milik orang lain. Pemilik kendaraan yang ditabrak marah, menuntut ganti rugi kepada anak yang menabrak kendaraannya. Anak tersebut masih sekolah dan belum bekerja alias belum memiliki penghasilan sehingga tidak bisa membayar tuntutan ganti rugi tersebut.

Anak ini melaporkan kejadian kepada Ayahnya. Sang Ayah langsung membayar ganti rugi yang dituntut pemilik kendaraan yang ditabrak anaknya. Pertanyaannya, setelah ayah dari anak tersebut membayar ganti rugi, apakah pemilik kendaraan yang ditabrak masih menuntut ganti rugi kepada anak yang menabraknya? Jawabannya tentu tidak, karena tuntutan ganti rugi sudah lunas dibayarkan oleh ayah dari anak yang menabrak itu.

Analogi itu walaupun terbatas, semoga mampu diterima dalam penjelasan bahwa Allah membebaskan orang yang percaya kepada-Nya dari dosa dan diluputkan dari kebinasaan (maut) kalau orang itu percaya kepada Tuhan Yesus. Dengan kata lain, orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, dosa-dosanya tidak diperhitungkan lagi karena kebenaran yang sudah dilakukan oleh Kristus di kayu salib itu diperhitungkan kepada orang berdosa ini sehingga tidak ada lagi penghukuman bagi yang ada di dalam Kristus (Rm 8:1).

Dengan demikian tidak ada lagi tuntutan hukum (Taurat) yang dapat dikenakan kepada orang-orang yang ada di dalam Kristus, karena semua itu sudah dilakukan/digenapi oleh Kristus di kayu salib.

Arti dibenarkan, bukan berarti kita menjadi orang benar dan tidak berdosa lagi. Banyak umat Kristiani memegang pemahaman bahwa ketika percaya kepada Tuhan Yesus maka telah menjadi manusia baru dan manusia lama telah hilang dan dalam diri manusia tidak ada dosa lagi. Pemahaman ini bukan ajaran Alkitab.

BACA JUGA  Pelprip Regional III GPdI Jawa Barat Gelar KKR “Kobarkan Api Pentakosta”

Menjadi manusia baru bukan berarti sudah tidak berdosa lagi. Melainkan kata menjadi manusia baru itu memiliki pengertian bahwa Allah telah memperhitungkan orang – orang yang percaya kepada-Nya menjadi orang – orang benar. Bahkan bagi seorang Abraham pun yang hidup sebelum Hukum Taurat diturunkan, Allah memperhitungkan imannya sebagai kebenaran, bukan karena perbuatannya (Rm 4:9).

Apa yang dimaksud dibenarkan Allah atau menjadi orang-orang benar? Dibenarkan bukan berarti yang sebelumnya tidak benar kemudian menjadi benar – bukan itu artinya. Dibenarkan adalah dianggap benar, dinyatakan benar, diperhitungkan benar dari sebelumnya orang berdosa. Apa yang berubah adalah status keberdosaannya dari sebelumnya sebagai orang berdosa, menjadi tidak berdosa dipandangan Allah. Seperti ungkapan terkenal yang dicetuskan oleh bapa reformator Martin Luther dalam bahasa latin, simul justus et peccator, yang berarti “dibenarkan, pada saat yang sama, orang berdosa”. Ini adalah sebuah paradoks, di mana secara de jure kita adalah orang-orang yang sudah dibenarkan Allah tapi secara de facto kita adalah orang-orang yang berdosa.

Untuk itu menggunakan kata bahwa orang percaya kepada-Nya tidak berdosa lagi, adalah kata yang kurang tepat. Baca Firman Tuhan yang terdapat dalam I Yohanes 1 : 8, 10.  “(8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita, …… (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.” Ayat ini memperjelas bahwa manusia setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa maka natur manusia menjadi “tidak bisa tidak berdosa” tetapi setelah Yesus datang melakukan penebusan maka status manusia dibenarkan oleh Allah bagi yang percaya kepada-Nya. Ingat! naturnya tetap manusia yang berdosa, hanya statusnya yang berubah yaitu sudah dibenarkan.

Ada ayat di 1 Yoh 3:6, 9 dan 1 Yoh 5:18 yang sering dipakai oleh kelompok orang untuk menjustifikasi pandangannya bahwa di dalam Kristus, anak-anak Tuhan tidak mungkin bisa berbuat dosa lagi.

1 Yoh 3:6, 9 – (6) Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. …… (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. [TB – LAI]

1 Yoh 5:18 – Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya. [TB – LAI]

Sepintas membaca 1 Yoh 3:6, 9 dan 1 Yoh 5:18 itu bertentangan dengan 1 Yoh 1:8, 10 padahal ayat-ayat tersebut ditulis oleh orang yang sama yaitu rasul Yohanes dan dari kitab yang sama pula. Benarkah ayat dalam Alkitab bisa saling bertentangan? Kalau benar demikian, yang salah bukan Alkitabnya tetapi yang salah adalah orang yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

Di dalam bahasa Yunani maupun bahasa Inggris dan banyak bahasa-bahasa lainnya, ada kata kerja yang menunjukkan sifat waktu (tenses). Bahasa Indonesia tidak mengenal adanya tenses sehingga ayat-ayat di dalam 1 Yoh 3:6, 9 dan 1 Yoh 5:18 dalam Alkitab LAI tidak diterjemahkan sesuai tenses yang dipakai. Dalam Alkitab bahasa Inggris seperti ESV, NIV, NLT dan beberapa terjemahan lainnya sudah menyesuaikan dengan tenses nya. Dalam Alkitab BIMK (Bahasa Indonesia Masa Kini) juga sudah menyesuaikan dengan tenses tersebut:

1 Yoh 3:6, 9 – (6) Semua orang yang hidup bersatu dengan Kristus, tidak terus-menerus berbuat dosa. Orang yang terus-menerus berbuat dosa, tidak pernah melihat Kristus atau mengenal-Nya. …. (9) Orang yang sudah menjadi anak Allah, tidak terus-menerus berbuat dosa, sebab sifat Allah sendiri ada padanya. Dan karena Allah itu Bapanya, maka ia tidak dapat terus-menerus berbuat dosa. [BIMK]

1 Yoh 5:18 – Kita tahu bahwa semua orang yang sudah menjadi anak-anak Allah, tidak terus-menerus berbuat dosa, sebab Anak Allah melindunginya, dan Si Jahat tidak dapat berbuat apa-apa terhadapnya. [BIMK]

Orang yang sudah menjadi anak-anak Allah “tidak terus-menerus berbuat dosa”, bukan berarti tidak bisa jatuh dalam dosa lagi. Anak-anak Allah bisa jatuh dalam dosa tetapi tidak terus menerus berbuat dosa. Kalau selama hidupnya dia yang mengaku sebagai anak Allah tapi terus-menerus berbuat dosa, tidak ada buah pertobatan yang nampak, perlu dipertanyakan atau dicurigai keimanan orang tersebut, jangan-jangan dia belum bertobat. Sebagai anak-anak Allah, bisa jatuh dalam dosa tetapi tidak hidup berkanjang didalam dosa karena Roh Kudus mengerjakan pengudusan bagi setiap anak-anak Allah secara progresif dalam pertumbuhan rohani mereka masing-masing.

BACA JUGA  Pdt. Dr. Robinson Butarbutar, MA Pimpinan Tertinggi HKBP Periode 2020-2024

Itu sebabnya bila ada yang mengaku sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus masih melakukan dosa, itulah natur sebenarnya manusia—tapi sudah dibenarkan oleh Allah. Sebagai orang percaya yang sejati, jatuh dalam dosa tidak membawa kepada kebinasaan (maut). Perlu dimengerti dosa yang mendatangkan kebinasaan (maut – penghukuman kekal di neraka) dan dosa yang tidak mendatangkan kebinasaan (maut). Kalau orang itu benar-benar seorang percaya yang sejati (anak Allah sejati), apabila dia jatuh dalam dosa, dosa itu tidak membawa dia kepada kebinasaan karena dia akan bertobat mengakui kesalahannya (Mzm 37:23-24), akan tetapi hajaran berlaku baginya sebagai bentuk didikan/disiplin dari Allah kepada orang-orang yang diakuinya sebagai anak (Ibr 12:5-8). Sebaliknya dosa yang mendatangkan kebinasaan hanya berlaku kepada orang yang menolak atau tidak mau menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat selama hidupnya. Itulah dosa yang mendatangkan kebinasaan (maut) adalah orang – orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (1 Yoh 5:16-17).

Iman yang sejati diperlihatkan dengan adanya buah pertobatan yang sejati. Alkitab berkata Allah Tritunggal menjamin keselamatan bagi orang yang mempunyai iman yang sejati alias anak-anak Allah yang pertobatannya juga sejati. Kalau Allah Bapa, pribadi pertama dari Allah Tritunggal yang menjaga orang-orang Kristen sejati, siapakah yang dapat merebut mereka dari tangan-Nya (Yoh 10:29)? Kalau Tuhan Yesus, pribadi kedua dari Allah Tritunggal menjamin hidup yang kekal bagi orang-orang Kristen sejati, siapakah yang dapat merebut mereka dari tangan-Nya (Yoh 10:28, 1 Yoh 5:18)?”. Kalau Roh Kudus, pribadi ketiga dari Allah Tritunggal yang memberikan jaminan bagi orang-orang Kristen sejati yang dimeteraikan menjadi milik Allah, siapakah yang dapat menggagalkannya (Ef 1:13-14, 2 Kor 1:21-22)?

Kesimpulan dari semua itu adalah pertobatan sejati didahului oleh iman yang sejati yang dianugerahkan oleh Allah. Pengikut Kristus yang sejati akan menampakkan buah dari pertobatannya, bukan saja dari pengakuannya. Banyak orang mengaku sebagai anak Tuhan tetapi buah pertobatannya tidak nampak. Jangan dibalik, perbuatan baik tidak menunjukkan seseorang sudah bertobat sungguh-sungguh, perbuatan baik adalah hasil/buah dari pertobatan yang sejati (sungguh-sungguh). Sebagai pengikut Kristus yang sejati, proses pengudusan ini berjalan secara progresif yang dilakukan oleh Roh Kudus di dalam diri orang percaya.         Soli Deo Gloria.

Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini