JAKARTA – Gereja Kristen Setia Indonesia, pimpinan Pdt. Iwan Tangka, menggelar Hari Ulang Tahun (HUT) ke 36 di aula Kantor Sinode GKSI, Jl. Kerja Bakti, Kp. Makasar, Jakarta Timur.
Perayaan HUT ke 36 ini diikuti seluruh Badan Pengurus Pusat GKSI, Badan Pengurus Wilayah GKSI dan ranting serta pendeta – pendeta jemaat yang ada di berbagai pelosok pelayanan, melalui onsite dan online.
Firman Tuhan disampaikan oleh Ketua Sinode, Pdt. Iwan Tangka, terambil dari Keluaran 3 : 1. “Tema hari ini dari biasa menjadi luar biasa, dari hal – hal yang kecil menjadi hal – hal yang luar biasa,”kata Pdt. Iwan Tangka.
“Musa diberikan tugas oleh Tuhan untuk Injili umat Israel, keluarkan umat Israel dari tanah perhambaan, keluarkan umat Israel dari dosa, dari penjajahan, dari kemiskinan. Musa membawa berita kebaikan, berita Injil, berita keselamatan, berita untuk keluarkan umat Israel dari perhambaan dosa. Itulah fokus dari kita sekalian, mengeluarkan orang – orang yang sedang tersesat,”.
Pdt. Iwan Tangka menegaskan, Musa dari tidak dikenal menjadi di kenal, dari biasa menjadi luar bisa, begitupun dengan GKSI, dari tidak dikenal menjadi dikenal dari biasa akan menjadi luar biasa—itu sebabnya belajar dari Musa untuk mau dibentuk.
“Tuhan sering menggunakan orang – orang yang biasa untuk menjadi luar biasa,”kata Pdt. Iwan Tangka.
Usai firman Tuhan, dilanjutkan dengan perayaan HUT GKSI ke 36. Seoerti HUT pada umumnya, pihak GKSI menyediakan kue HUT. Lilin yang menyala, ditiup oleh Frans Ansanay sebagai Ketua Majelis Tinggi GKSI, bersama Ketua Umum GKSI, Pdt. Iwan Tangka dan Sekretaris Umum GKSI, Pdt. Bayu.
Proses Berakhirnya Dualisme GKSI
Pada sesi bebas, digunakan oleh Frans Ansanay, Pdt. Iwan Tangka dan Pdt. Bayu menceriterakan telah berakhirnya dualisme GKSI di PGI dan di pemerintah—dalam hal ini di Dirjen Bimas Kristen.
Seperti sudah diketahui pembaca media ini, “di tubuh” Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) telah terjadi dualisme hampir 10 tahun lamanya, antara “kelompok” Pdt. Matheus Mangentang dan Pdt. Iwan Tangka.
Pihak Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia, sebagai tempat GKSI bergabung dalam aras Gereja, ikut tertarik dalam pusaran dualisme GKSI. Tetapi dengan pengalaman dan kemampuan Pdt. Gomar Gultom sebagai Ketua Umum PGI, diputuskanlah kedua belah pihak GKSI dalam keanggotaan PGI hanya sebagai pininjau. Padahal kalau tidak terjadi dualisme kepemimpinan, GKSI sudah tercatat sebagai anggota PGI dengan nomor 64.
Status peninjau di PGI dirasa tidaklah pas oleh pihak Pdt. Iwan Tangka. Pasalnya berbagai kegiatan PGI di tingkat pusat/nasional ataupun di daerah, GKSI tidak dapat ikut ambil bagian untuk menentukan/memutuskan perjalanan arak – arakan oikumene.
Fakta itu membuat kubu, Pdt. Iwan Tangka dan Frans Ansanay sebagai Majelis Tinggi GKSI, berusaha keras untuk terjadi perdamaian—agar GKSI dapat mengambil bagian memutuskan perjalanan arak – arakan oikumene di Indonesia.
Pada bulan November 2024, menjadi catatan sejarah yang sulit dilupakan oleh pihak Pdt. Iwan Tangka dan Frans Ansanay, tepatnya di Sidang Raya PGI di Toraja (12 November 2024), pihak – pihak yang berbeda di GKSI diminta oleh panitia bertemu dengan Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, mencari solusi terjadinya perdamaian.
Menurut Pdt. Bayu, dari pihak Pdt. Iwan Tangka, hadir dalam pertemuan itu, Pdt. Marjio dan Pdt. Bayu. Dari pihak Pdt. Matheus Mangentang dihadiri oleh di antaranya Pdt. Rompis, Pdt. Pieter Maspitela dan Pdt. Victor.
Pdt. Bayu mengatakan dalam pertemuan itu ada point – point yang disepakati agar berakhirnya dualisme, dan terjadi perdamaian. Di antaranya pertama masing – masing mengaku bersalah. Kedua, disetujui perubahan nama—kedua belah pihak tidak diijinkan menggunakan nama Gereja Kristen Setia Indonesia, tetapi bisa di tambah, dikurangi atau diganti. Ketiga, logo dipersilahkan menggunakan masing – masing, baik yang sudah ada atau mau mengganti. Keempat, disepakati untuk tidak memprovokasi dan tidak saling memperebutkan jemaat—sama – sama menjaga kekeluargaan.
Pertemuan kedua belah pihak di Toraja, di momentum Sidang Raya PGI itu, disepakati perdamaian yang diinisiasi dan difasilitasi PGI itu dilanjutkan di kantor PGI, Jl. Salemba, Jakarta Pusat, pada 19 November 2024, dengan agenda untuk cabut nomor urut terdaftar di PGI.
Pada pertemuan 19 November 2024, disaksikan Ketua Umum PGI terpilih, Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty atau yang akrab disapa Jacky Manuputty, kedua belah pihak menyatakan kesepakatan bersama atas 10 point, di antaranya melakukan cabut undian nomor urut dalam keanggotaan PGI.
Hasil pada 19 November 2024, kelompok Pdt. Iwan Tangka mendapatkan nomor urut 64, dan pihak Pdt. Matheus Mangentang mendapatkan nomor urut 105.
“Terima kasih atas dukungan doa, dan kesabaran serta keuletan semua hamba Tuhan GKSI dalam menghadapi persoalan dualisme ini, dan sekarang sudah berakhir,”tutur Pdt. Bayu di tengah – tengah suasana HUT GKSI.
Ketua Majelis Tinggi, Frans Ansanay, berterima kasih kepada Tuhan karena 2 hari sebelum GKSI berhari ulang tahun ke 36, telah menerima hadiah dari Tuhan Yesus Kristus—dimana telah berakhirnya perbedaan di tubuh GKSI.
“Sebenarnya tanggal 21 November HUT GKSI. Puji Tuhan pada tanggal 19 dilakukan pengundian di PGI untuk pencatatan nomor keanggotaan di PGI, dan kita (kelompok Pdt. Iwan Tangka) tetap berada pada nomor urut 64 seperti nomor urut GKSI yang semula. Sedangkan kawan – kawan di sebelah mendapatkan nomor urut 105 di keanggotaan PGI. Nomor yang diperoleh, karena nomor baru maka akan ditetapkan di Sidang MPL Malang.
Frans Ansanyai meminta untuk pihaknya menaati perjanjian yang disepakati bersama, di antaranya tidak adalagi berita yang saling memojokkan/memprovokasi. “Pada hari ini, kita merayakan HUT GKSI ke 36, sesuai akta pendirian nomor 47 yang ditandatangani pada tahun 1988. Juga pada hari ini, mungkin akan menjadi terakhir kali kita memperingati HUT GKSI, dan melangkah kepada hal yang baru,”
Lebih jauh, Frans Ansanay meminta semua yang ada di pihak Pdt. Iwan Tangka untuk mencatat tanggal 19 November sebagai salah satu hari bersejarah di GKSI, karena apa yang digumuli selama ini telah menjadi kenyataan. “Kita sudah berdamai dan sudah tercatat sebagai anggota PGI nomor urut 64, syukur kepada Tuhan karena penyertaan Tuhan, karena kasih dan anugerah, serta petolonganNya sehingga kita yang bukan siapa – siapa menjadi siapa – siapa,”.
Frans Ansanay mengajak semua yang hadir dalam perayaan HUT, baik onsite dan online untuk berterima kasih kepada PGI yang telah menyelesaikan persoalan dualisme GKSI yang terjadi selama 10 tahun lebih.
Diakhir, Frans Ansanay meminta kepada GKSI pimpinan Pdt. Iwan Tangka, untuk tidak membesar – besarkan soal nomor urut, atau nama yang akan dijadikan keanggotaan di PGI. Tetapi jadikanlah itu untuk sebuah penyemangat melayani—beroikumene demi GKSI untuk Gereja dan Bangsa kepada Tuhan.
“Hari ini di usia GKSI ke 36, menjadi titik sejarah GKSI dalam melangkah melayani umat Tuhan yang dipercayakan Tuhan kepada GKSI. Saya ingatkan lagi, tidak ada yang perlu dibanggakan dengan nomor dan nama di PGI, itu hanyalah legitimasi berorganisasi. Yang harus kita banggakan karena kita mendapatkan kesempatan untuk berada dalam arak – arakan oikumene bersama dengan sinode – sinode yang ada di PGI. Kita perlu bangga kalau kita melayani Tuhan dengan hati tulus dan memiliki visi serta misi untuk kemuliaan nama Tuhan,”.
Pdt. Marjio, Ketua Umum GKSI sebelum Pdt. Iwan Tangka, mengajak semua yang tergabung di Pdt. Iwan Tangka untuk bersyukur karena perbedaan yang terjadi selama 10 tahun ini akhirnya berakhir di tahun 2024. “Tentu terima kasih kepada Tuhan, dan terima kasih kepada PGI serta Dirjen Bimas Kristen. Saat ini telah berakhir, apa yang selama ini kita peroleh dalam Sidang Raya PGI yaitu kalung badge (name tag) peninjau. Mulai Sidang Raya ke depan kita akan dikalungi badge (name tag) sebagai anggota PGI,”.
“Ini karena doa kita semua yang ada di GKSI pimpinan Pdt. Iwan Tanka. Kita terus berdoa, terus melayani dan biarlah semua kemuliaan bagi Tuhan. Kita terus berpedoman dan berpegang kepada aturan bahwa di gereja kita harus terus bergerak dan terjadi yang namanya kaderisasi,”
Pdt. Iwan Tangka, sama seperti Pdt. Marjio, meminta semua untuk tetap bergandengan tangan dalam kasih karena pelayanan ini adalah Tuhan punya, tidak perlu diperebutkan. “Soal nama, kita berdoa agar mendapatkan nama yang Tuhan berikan. Memang apa sih arti sebuah nama dibandingkan menjadi anggota tetap PGI dan terjadinya perdamaian dengan GKSI sebelah. Selamat HUT GKSI,”katanya.