Gus MIftah
Gus MIftah saat "berkhotbah" di mimbar gereja. (Foto: Tangkapan layar Youtube GBI Amanat Agung)

Jakarta – Biasanya khotbah selalu disampaikan oleh seorang hamba Tuhan atau pendeta. Namun kali ini ada seorang Da’i yang justru “khotbah” di mimbar gereja (memberikan sambutan). Kejadian tersebut terjadi ketika peresmian gedung gereja GBI Amanat Agung di Jakarta Utara, Kamis (29/4/2021).

Dilihat dari live streaming di Youtube GBI Amanat Agung, saat itu Gus Miftah, pimpinan Pondok Pesantern Ora Aji, Sleman, Yogyakarta menyampaikan “khotbah” tentang kerukunan. “Saya ditakdirkan untuk menjadi seseorang yang benar-benar harus memahami makna Kebhinnekaan. Pondok pesantren saya berada di lingkungan teman nasrani. 60% tetangga saya Katolik. Selatan rumah saya rumah pendeta,” ungkap Gus Miftah.

Gus Miftah menuturkan pentingnya memahami toleransi secara benar. Dirinya tidak setuju bila ada seseorang yang mengatakan bahwa ‘semua agama itu benar’ karena kalimat yang lebih tepat menurutnya adalah ‘semua agama itu benar bagi penganutnya.’

Berbagai perbedaan di Indonesia, kata Gus Miftah sudah seharusnya dipandang sebagai sebuah keindahan. Hal tersebut tercermin dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang sudah dibuat oleh para Founding Father.

BACA JUGA  Dihadiri Presiden Secara Virtual, Polri dan Staf Khusus Presiden Gelar Vaksinasi di Mamuju Sulawesi Barat

“Toleransi menjadi sulit ketika orang lupa bahwa beragama itu untuk mengatur diri sendiri, bukan orang lain. Banyak orang beragama yang belum menggenapi nilai agama untuk dirinya sendiri sudah mengatur orang lain,” katanya.

Gus Miftah menjelaskan akidah adalah harga mati yang tidak bisa dicampur satu sama lain. Namun, tidak bila berbicara soal kebangsaan dan kenegaraan. Sebab, setiap masyarakat sudah memiliki visi yang sama yaitu sesuai dengan ideologi Pancasila.

Da’i yang memiliki nama asli Miftah Maulana Habiburrahman ini menganalogikan Indonesia ibarat sebuah rumah besar yang memiliki 6 kamar (agama) yaitu Kristen, Islam, Katolik, Budha, Hindu dan Konghuchu.

“Saya meyakini ketika orang Indonesia kembali ke kamarnya masing-masing, maka tidak akan ada masalah. (Tapi) yang jadi masalah ketika kembali ke kamar orang lain,” kata Gus Miftah.

Mengakhiri “khotbahnya”, (sambutannya) Gus Miftah menutup dengan sebuah narasi sebagai berikut:

Di saat aku menggenggam tasbihku, dan kamu menggenggam Salibmu.

Disaat aku beribadah di Istiqlal, namun engkau ke Katederal.

BACA JUGA  GPdI El-Shaddai Ternate “Terpaksa” Menjadi GBI Filadelfia

Disaat Bioku tertulis Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan Biomu tertulis Yesus Kristus.

Disaat aku mengucapkan Assalamualaikum, dan kamu mengucapkan Syalom.

Disaat aku mengeja Al-Quran, dan kamu mengeja Al-Kitabmu.

Kita berbeda saat memanggil nama Tuhan. Tentang aku yang mengenadahkan tangan, dan kau yang melipatkan tangan saat berdoa.

Aku, kamu, kita. Bukan Istiqlal dan Katederal yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan, namun tetap harmonis.

Andai saja mereka bernyawa, apa tidak mungkin mereka saling mencintai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya. Terima kasih, Assalamualaikum, Syalom.

Untuk diketahui. Saat peresmian itu hadir gembala GBI Amanat Agung Pdm. Johan Sunarto, Gubernur DKI Anies Baswedan, Ketua BPD GBI DKI Pdt. Kiky Tjahjadi, dan tamu undangan lainnya.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
75
+1
7
+1
5
+1
10
+1
2
+1
7
+1
3

2 KOMENTAR

  1. Agama itu satu dan lainnya tidak sama – Tetapi pada Pancasila ialah keharusan mengakui bahwa Tuhan dan Allah itu ada, pada sila pertama.
    Kalau hikmat, pengertian Injil , semua manusia sejak Allah Yahwe yang ialah Tuhan Yesus Kristus juga , memberikan kepada utusan NYA ialah abdi Musa sebuah Hukum yang berlaku ialah HUKUM TAURAT , terdiri dari 10 perintah Allah , pada Hukum yang terutama harusnya mengakui bahwa Allah itu ADA . ADA itu juga arti dari YAHWE. , Allah ADA , berarti Allah YAHWE.
    Jadi apa yang terjadi pada Pancasila dengan sila pertama — sebenarnya sudah muncul sejak HUKUM TAURAT .
    Agama memang banyak – tetapi rasanya tidak ada Agama yang menentang Hukum Taurat , karena siapa yang berani membunuh pasti dihukum, yang berani mencuri pasti dihukum, walaupun dalam penyembahan kepada Tuhan dan Allah berbeda-beda.
    Tuhan dan Allah di INJIL semua sudah pada nama Yesus Kristus – amin 🙏

  2. […] Gus Miftah meminta masyarakat harus menghilangkan pola pikir semacam itu supaya tidak ada lagi orang yang dengan mudah menyebut orang lain kafir atau sesat. “Mereka yang gagal paham dalam kebhinekaan, menjadi mudah menistakan agama yang lain, menyemarakan intoleransi, serta berujung pada sikap radikal. Agar tidak gagal paham, ikutlah pendapat ahli, jangan ikut orang yang ahli berpendapat,” katanya. […]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini