Beredarnya berita palsu atau yang disebut hoax telah menjadi salah satu persoalan serius akhir-akhir ini. Pemerintahan dibawah Presiden Joko Widodo menyatakan keseriusannya terhadap penyebaran berita bohong tersebut. Penyebaran berita ini tidak lepas dari perkembangan dunia internet, khususnya media sosial seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, Line, Telegram dan Instagram.

Berdasarkan laporan digial tahunan yang dikeluarkan oleh We are Social dan Hootsuite pada Januari 2018, pengguna Facebook masih mendominasi dua per tiga dari seluruh media sosial yang ada. Masih menurut sumber yang sama, pengguna Facebook di Indonesia mencapai 130 juta akun aktif. Hal ini berarti Indonesia menduduki peringkat ke-empat didunia setelah India, Amerika dan Brasil. Angka ini sekaligus mencatat nama Indonesia sebagai negara di Asia Tenggara dengan jumlah pengguna Facebook terbesar. Bekasi dan Jakarta merupakan kota ketiga dan keempat dengan pengguna Facebook terbesar di dunia, setelah Bangkok dan Dhaka.

Kenyataan diatas menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mengatur penyebaran informasi. Seperti kita ketahui, berbagai macam jenis berita yang mencakup politik, ekonomi dan agama dibagikan oleh para netizen (pengguna media sosial). Saat ini sudah tidak ada lagi hambatan jarak dan waktu dalam penyebaran berita. Lebih bahayanya lagi, berita berjenis gambar dan video bisa disunting seperti asli dengan mudah.

Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah dirasa kurang sesuai untuk diaplikasikan saat ini mengingat perkembangan teknologi informasi sudah sangat pesat. Pemerintah akhirnya merevisi undang-undang tersebut pada tahun 2016 kemarin. Hal ini ternyata tidak menyurutkan penyebaran berita hoax. Sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita menjauhi terhadap penyebaran berita bohong.

BACA JUGA  Dibenarkan oleh Allah: Istilah yang Seringkali Disalahpahami

Berita bohong atau hoax sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Berita hoax ini sudah ada sejak jaman perjanjian lama. Ketika manusia jatuh kedalam dosa akibat godaan Iblis, manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan berbagai hal menurut keinginan pribadi meskipun hal itu bertentangan dengan firman Tuhan.

Dalam Alkitab, kita dapat menemukan cerita tentang nabi-nabi palsu, misalnya nabi Hananya (Yeremia 28:1-17). Disana jelas telah terjadi perseteruan antara nabi Hananya dan nabi Yeremia. Dikisahkan, nabi Hananya memberikan nubuat ‘sukacita’ yang menentang berita dari nabi Yeremia tentang malapetaka. Nabi Hananya menjadi seorang nabi palsu yang meramalkan kekalahan Babel dan kembalinya orang buangan dan harta Bait Suci dalam waktu dua tahun. Nabi Yeremia menanggapi dengan ‘Amin’. Ini berarti bahwa ia juga menginginkan kembalinya para tawanan; namun, lebih dahulu dia menubuatkan malapetaka lebih lanjut bagi bangsa Yehuda. Waktu selanjutnya membuktikan bahwa Hananya adalah nabi palsu. Ketika nabi bernubuat, tidak ada tanda yang membedakan nabi palsu dan nabi asli. Seorang nabi asli, nubuatnya akan terjadi, sebaliknya nabi palsu menubuatkan berita bohong (Ulangan 18:21-22).

Di masa Perjanjian Baru, Yesus dianggap sebagai ‘penyesat’ oleh orang-orang Farisi (Matius 27:62-66). Hal ini sangat bertentangan dengan kenyataan dimana segala sesuatu yang difirmankan Yesus, selalu tergenapi. Diceritakan, waktu para imam dan orang Farisi datang ke Pilatus untuk menjaga pintu kubur Yesus, mereka takut murid-murid mencuri mayat Tuhan, karena Yesus pernah berkata bahwa Dia akan bangkit pada hari ketiga. Sebenarnya, orang-orang Farisi sangat kuatir dengan apa yang dikatakan Yesus itu benar-benar terjadi. Oleh karena itu mereka mencoba menghalangi kebangkitan Yesus. Masih banyak lagi kisah tentang berita bohong di Alkitab.

BACA JUGA  Ironi Perkawinan, Menikah untuk Bercerai

Sebagai orang Kristen, kita harus dapat menggunakan media sosial  untuk hal yang bersifat positif, seperti bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. Kita harus selalu memberitakan kebenaran. Kita dapat meneladani Nabi Nuh sebagai pemberita kebenaran. Nuh dan keluarganya tetap menjaga teguh keyakinan tanpa terpengaruhi oleh keadaan masyarakat sekitar mereka (2 Petrus 2:1-9).

Sudah jelas tertulis di Alkitab. Kita harus menjadi terang dunia (Matius 5:14-16). Jadi jangan sampai kita ikut berkontribusi sebagai penyebar berita bohong. Sebagai netizen, kita harus selalu memeriksa keaslian berita dan sumbernya. Kita harus waspada terhadap judul berita yang bersifat provokatif dan selalu mencermati alamat situs berita tersebut. Kontribusi nyata kita dapat dilihat di tengah masyarakat, apakah dengan kehadiran kita kegelapan semakin bertambah atau sebaliknya.

*Leo Willyanto Santoso, M.I.T.  Alumnus The University of Melbourne dan Dosen Tetap Prodi Teknik Informatika UK Petra Surabaya.

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca tabloidmitra.com, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
3
+1
2
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini