“Pa, coba sini lihat deh,” kira-kira begitu kalimat yang diucapkan Angelica Octavia sambil memperlihatkan alat tes pack dengan hasil positif kepada suaminya Enry Wijaya.
Enry dan Angelia merupakan sepasang suami istri yang tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka sudah dikaruniai seorang anak perempuan yang telah berusia 5 tahun. Kabar positif dari istrinya, menjadi angin segar bagi pasangan ini karena memang sedang mendambakan anak kedua.
Untuk memastikan hasil tes pack, mereka pergi ke dokter kandungan. Hasilnya, memang benar positif dan diminta datang kembali beberapa hari kemudian.
Namun ketika dilakukan pemeriksaan yang kedua, dokter tidak menemukan kantong janin. Angelica memang merasakan ada yang berbeda dikehamilan yang kedua ini. Ia sering merasakan nyeri di bagian perut dan mengalami pendarahan yang mengharuskannya bed rest.
Kegelisahan mulai muncul di dalam hati pasangan ini. Terlebih ketika mendapatkan jawaban yang cukup menohok dari seorang dokter kandungan. “Suatu malam kami mendatangi seorang dokter yang cukup senior dan sudah lama praktik di Balikpapan. Bukannya jawaban/diagnosa yang baik atau menenangkan, malah si dokter ini sedikit memojokkan kami dengan bertanya ‘Ibu hamil dari mana, siapa yang bilang ibu itu hamil? Ini lihat tidak ada kantong nya!’,” kata Enry mengingat perkataan sang dokter dan mengungkapkan apa yang dikatakan membuat psikis sang istri semakin down sehingga membuat pendarahannya semakin menjadi-jadi.
19 Desember 2018, rasa sakit yang dialami Angelica semakin parah dan Enry segera membawanya ke UGD. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mendiagnosa bahwa Angelica mengalami hamil ektopik dan telah terjadi pendarahan di dalam rahim. “Jujur pada saat itu saya agak shock dan pikiran saya tiba-tiba blank karena secara tiba-tiba dan tidak terpikirkan sama sekali dokter mendiagnosa kalau istri saya hamil ektopik dan kami pun tidak tahu apa itu hamil ektopik,” ungkapnya.
Hamil ektopik adalah sebuah kondisi kehamilan yang terjadi di luar kandungan/rahim. Dalam diri Angelica, kehamilan terjadi pada saluran tuba. Solusinya hanya satu yaitu dioperasi. “Ya Tuhan mengapa kehamilan istri saya yang adalah kabar sukacita dan yang kami nantikan tiba-tiba berubah menjadi sebuah bencana yang seperti ini,” keluh Enry saat itu.
Setelah berdiskusi, Enry dan Angelica memutuskan ke Jakarta di hari yang sama untuk mencari second opinion. Setelah mengurus semuanya, mereka bergegas menuju bandara dengan waktu yang sudah sangat mepet dengan jam keberangkatan. “Selama perjalanan istri saya pun harus berjuang menahan rasa sakit dikala mobil harus melalui jalan yang agak sedikit berlubang/posisi tidur. Istri saya hanya bisa teriak kesakitan dan saya hanya bisa memegang tangan dan perut istri saya,” ungkapnya.
Di bandara, Angelica sempat berpikir ingin kembali ke rumah karena rasa sakit yang luar biasa. Namun, niatnya itu urung dilakukan setelah dikuatkan seoarang hamba Tuhan. “’Tante kenapa?,” tanya hamba Tuhan dan dijawab Angelica “Lagi sakit.” Intinya dalam perbincangan tersebut Angelica merasa dikuatkan dengan berpegang kitab Mazmur 37:24.
Setibanya di Jakarta, Angelica langsung dijemput ambulance di bandara dan langsung menuju RS Bunda, Menteng. Setelah diperiksa, diagnosa dokter sama seperti dokter di Balikpapan yaitu harus segera operasi laparascopy karena daerah di dalam perut sudah terlalu banyak kira-kira mencapai 5 liter. Pukul 00.30 operasi dimulai dan memakan waktu yang cukup lama sampai Angelica pulih, kira-kira pukul 06.00. “Dokter bilang kasus hamil ektopik sangat jarang terjadi bahkan istri saya adalah pasien pertama yang mengalami hamil ektopik di rumah sakit itu pada tahun 2018,” katanya. (NW)
Bersambung ke: Belajar Dari Enry dan Angelica, Jangan Lelah Menantikan Waktu Tuhan (2)