Ilustrasi. Foto: IST

Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ke tujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. (Kejadian 2:2)

Saat kita membaca Alkitab, khususnya di Kejadian pasal 1, kita bisa memahami bahwa Dia adalah Pekerja yang luar biasa (Pencipta). Artinya, pertama kali Dia menyatakan diri-Nya sebagai Pekerja. Jadi, Allah menunjukkan apresiasi yang besar terhadap pekerjaan dengan cara menjadi Pekerja. Buktinya, Dia mengawali dengan menciptakan alam semesta, manusia, hewan, dan tumbuhan. Allah memperkenalkan diri-Nya pertama kali bukan sebagai Juruselamat, Raja, Guru, atau Imam, melainkan Pekerja.

Pekerjaan itu sangat berharga, bermakna, terhormat, dan istimewa, karena Allah sendiri adalah Pekerja. Allah memberikan nilai pada pekerjaan menjadi bermartabat, dan Dia mengajak kita untuk bekerja bersama-sama. Melalui bekerja, kita dapat memenuhi kebutuhan, mendapat uang agar dapat memberi dan melayani. Ini artinya, dengan pekerjaan, Allah ingin memberkati kita. Allah ingin kita bekerjasama dalam melaksanakan mandat-Nya. Karena itu, kita perlu memahami bahwa ketika kita bekerja, berarti kita taat terhadap perintah-Nya. Kita sedang meniru Allah kita, Sang Pekerja yang luar biasa. Kita sebagai pengikut-Nya, sudah sepantasnya menjadi pekerja juga. Menjadi pekerja yang tekun, antusias, dan berkarya dengan segenap hati.

Pekerjaaan adalah Anugerah

Mungkin sangat sedikit yang menyadari bahwa bekerja adalah anugerah dari Allah.  Jikalau kita memiliki pola pikir yang akurat terhadap pekerjaan, maka kita akan mengalami kepuasan dalam bekerja. Karena itu, kita perlu melihat pekerjaan sebagai suatu pemberian yang harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Sepantasnya kita mengerti dengan jelas dan tepat, bahwa pekerjaan itu berharga di mata-Nya, bukan sesuatu yang dilakukan lepas dari kendali Allah, lebih dari sekedar kata, bisa menjadi mimbar misi atau penginjilan, memiliki nilai yang sangat berharga, dan dikerjakan dengan sepenuh hati. Kita tidak boleh mendewakan kerja sebagai pengganti Allah. Ingat, pekerjaan bukan beban. Sebaliknya, pekerjaan juga tidak boleh dijadikan pemuas utama. Hanya Dia yang memuaskan kita. Pekerjaan tidak boleh diberhalakan, sehingga setiap hari hanya bekerja, tanpa memiliki Sabat.

BACA JUGA  Kristen PROGRESIF Versus PASIF

Dalam pekerjaan, kita bisa bersekutu dengan Allah. Karena ketika kita bekerja, kita sedang menikmati anugerah dan melaksanakan perintah-Nya. Sehingga, pekerjaan tidak dapat memisahkan kita dari-Nya. Jangan terjebak dengan kesibukan bekerja sampai lupa pada Si Pemberi kerja itu. Pekerjaan adalah anugerah.

Mencintai dan Menikmati Pekerjaan

Sebuah penelitian mengungkapkan: “Jika Anda tidak dapat mencintai dan menikmati pekerjaan, maka putuskanlah untuk bekerja sesuai dengan yang Anda cintai, dan bekerjalah!”  Ada makna tersendiri ketika kita mencintai, menikmati, dan merasa bahwa pekerjaan kita berarti. Hal itu akan membuat kita bekerja dengan sukacita. Sikap kita terhadap pekerjaan amatlah penting, dan berpengaruh terhadap kinerja kerja kita. Ambil contoh, Brother Lawrence Carmelite, seorang biarawan yang menemukan sukacita dalam pekerjaannya mencuci piring di biara. Contoh lain, pengusaha Ben Cohen dan Jerry Greenfield membuat dan menjual es krim dengan tujuan untuk beramal bagi kaum miskin. Mereka bekerja dengan sukacita.

Semangat untuk mengerjakan sesuatu lebih penting daripada apa yang kita kerjakan. Artinya, jika kita bekerja dengan sikap dan antusiasme yang benar, maka akan menghasilkan pencapaian kerja yang maksimal. Karena itu, kita perlu merenungkan: “Untuk siapa saya bekerja?” Yang pertama dan utama, untuk Allah. Kemudian untuk diri sendiri, orang lain, dan perusahaan. Kita harus menikmati pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kita kepada Allah, kontribusi kita kepada sesama maupun perusahaan. Terakhir, sebagai bentuk pengembangan kapasitas dan kompetensi diri kita.

Orang yang tidak bisa mencintai dan menikmati pekerjaannya, tidak akan bertahan lama. Ia tidak akan berprestasi. Ia akan mengalami kemandegan. Tentunya, kita tidak ingin mengalami hal ini bukan? Karena itu, kita harus mencintai dan menikmati pekerjaan kita sebagai berkat dari Allah, Sang Pemberi kerja.

BACA JUGA  Potensi Konflik Horisontal di Balik Pasal Penistaan Agama

Bekerja Menghasilkan yang Terbaik

Dalam Kolose 3:23 tetrulis, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Allah dan bukan untuk manusia.” Bekerja berarti kesempatan kita untuk beribadah pada Allah. Mengapa? Karena kita melakukannya untuk Kristus, Pemimpin kerja kita yang sesungguhnya. Karena itu, kita harus bersikap benar terhadap pekerjaan, sehingga kita akan melakukan yang terbaik. Pekerjaan menjadi salah satu kegiatan melayani Allah. Kita dapat mempersembahkan pekerjaan kita kepada Allah setiap hari.

Bagi pekerja Kristen yang mau bekerja dengan sungguh-sungguh dan memiliki sikap yang benar di hadapan Allah, maka akan menerima upah yang besar yaitu, pengakuan, pujian, penghargaan, kemakmuran (berkat) dan lain sebagainya. Karena itu, kita harus memberi yang terbaik bagi Allah. Pekerjaan bukan masalah posisi yang kita duduki, melainkan pola pikir dan sikap yang benar terhadap pekerjaan sebagai sarana menyembah Allah. Allah lebih menghargai karakter, daripada karir kita.

Melakukan yang terbaik harus menjadi gaya hidup dan ritme secara otomatis. Ketika kita melakukan yang terbaik, kita sedang melayani dan menyembah Tuhan Yesus. Ketika hal itu kita lakukan, maka promosi karir dan posisi pasti Allah perhitungkan. Apapun posisi kita di pekerjaan, mari lakukan yang terbaik bagi Allah, perusahaan, pempinan, dan sesama rekan kerja. Selamat bekerja, selamat berkarya.

Oleh: Irawan Budi Lukomo

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca tabloidmitra.com, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
1
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini