Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat telah sepakat dengan Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi), pengganti Kapolri,Jenderal Idham Azis adalah Komjen Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo.
Menurut salah satu Ketua PGI, Pdt. Dr. Bambang Widjaja, terpilihnya Komjen. Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri menunjukkan dua hal. Pertama, keteguhan hati dari Presiden Jokowi yang tidak terpengaruh oleh suara-suara miring dari oknum-oknum tertentu yang masih terjebak oleh politik identitas dan polarisasi mayoritas minoritas. Kedua, menunjukkan semakin matangnya pola pikir para anggota parlemen RI, sehingga hampir semua tidak membicarakan latar belakang agama dari Komjen. Listyo saat melakukan uji kelayakan calon Kapolri atas diri yang bersangkutan.
Pdt. Dr. Bambang Widjaja berkata sikap seperti ini perlu dipelihara. Sebab sikap bersedia untuk menerima kemajemukan sebagai suatu realitas dari bangsa Indonesia merupakan modal yang sangat penting dan berharga bagi kemajuan negara.
“Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa yang wawasan sempit akan sukar untuk mengalami kemajuan dan justru mereka akan menimbulkan persoalan bagi dunia,”
Setidaknya ada dua tugas penting yang harus segera ditangani oleh Kapolri. Pertama, mengangkat wibawa Kepolisian RI sehingga dinilai oleh masyarakat sebagai lembaga yang bersih dari korupsi. Kedua, menjaga Kepolisian RI sebagai bhayangkara negara yang sungguh-sungguh mengayomi seluruh lapisan dan kelompok masyarakat tanpa membedakan tingkat sosial maupun latar belakang agama mereka.
Sebagai lembaga yang menjaga ketertiban hukum, Pdt. Dr. Bambang Widjaja menegaskan tidak bisa tidak ketertiban itu haruslah dimulai dari para anggota Kepolisian dan anggota keluarga mereka.
Di dalam hal ini, kata Pdt. Dr. Bambang Widjaja, peranan dari pemimpin sangatlah penting. Seperti tindakan Kapolri Jendral Pol. Widodo Budidarmo pada tahun 1973 yang menyerahkan puteranya sendiri untuk diperiksa Polsek Kebayoran Baru. Karena tanpa sengaja telah mengakibatkan sopir keluarga tertembak. “Ini teladan yang harus diikuti oleh semua aparat penegak hukum,”tegasnya.
Lewat keteladanan seperti itu, Pdt. Dr. Bambang Widjaja, melihat Sehingga penegakan hukum tidak akan bersifat tebang pilih. Termasuk tidak boleh lagi terjadi pembiaran oleh aparat hukum terhadap kelompok-kelompok radikal yang melakukan tindakan anarkis dan yang mengganggu kerukunan serta kebebasan beragama di negeri ini.
Pdt. Dr. Bambang Widjaja, mendorong Kepolisian RI dapat menjaga serta menjamin hak-hak asasi manusia di negeri ini. Untuk itu Kepolisian RI haruslah bebas dari tekanan oleh kelompok-kelompok yang memiliki niatan yang tidak baik terhadap kesatuan, keragaman dan keadilan di tengah masyarakat.
Sedangkan tentang penembakan pendeta di Papua, Pdt. Dr. Bambang Widjaja, berkata menurut laporan Komnas HAM bahwa hal tersebut bukan dilakukan oleh masyarakat sipil maka tindakan hukum terhadap kasus tersebut bukanlah berada di dalam tanggung jawab Kepolisian RI, namun di tangan Kepolisian Militer.
Mendengar penjelasan Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, di dalam uji kelaiakan soal mengaji buku kuning, Pdt. Dr. Bambang Widjaja melihat itu hal yang positif. Maksudnya, bila langkah tersebut dimaksudkan untuk membangun moralitas dari aparat Kepolisian, maka tentu upaya tersebut perlu dihargai.
Hanya saja, tegas Pdt. Dr. Bambang Widjaja, harus dijaga agar niatan tersebut bukan mengambil alih peranan dari lembaga-lembaga keagamaan dalam melakukan pembinaan rohani terhadap umatnya. Di samping itu juga harus dijaga agar langkah tersebut akan menghasilkan aparat penegak hukum yang bersikap inklusif dan menghargai kemajemukan di tengah masyarakat, termasuk kemajemukan budaya dan agama.
Disinggung agama dari Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, yang non muslim, dijelaskan Pdt. Dr. Bambang Widjaja, latar belakang agama tertentu bukanlah persyaratan untuk menjabat sebagai seorang Kapolri. Tetapi apakah menjunjung tinggi supremasi hukum baik di tengah masyarakat maupun di dalam kehidupannya sendiri.
Karena sesungguhnya masyarakat sangat mendambakan pemimpin-pemimpin dalam lembaga Kepolisian RI seperti Jendral Pol. Hoegeng, Kapolri di akhir tahun 60-an, dan Irjen. Pol. U. E. Medellu yang pernah menjabat sebagai Dirlantas Mabes Polri dan Kapolda Sumatera Utara di era yang sama.
“Mereka telah berjasa dalam menjaga nama harum dari Kepolisian RI. Figur seperti merekalah yang harus mewarnai kehidupan aparat kepolisian mulai dari pucuk pimpinan sampai kepada lapisan yang terbawah,”
Diakhir, Pdt. Dr. Bambang Widjaja meminta pembaca media ini mendoakan agar Kapolri yang kali ini adalah seorang warga gereja benar-benar dapat hidup sebagai garam dan terang bagi lingkungannya.
“Gereja harus mengawal yang bersangkutan agar benar-benar dapat mengemban tugasnya sebagai seorang aparat penegak hukum sebagaimana yang seharusnya,”
Dengan keberadaan Polri saat ini, pimpinan Polri diharapkan dapat memahami bahwa polisi sebagai bentuk kehadiran dimasyarakat dengan segala daya upaya diprioritaskan untuk memperkecil berbagai bentuk peluang terjadinya potensi kejahatan dimasyarakat agar warga negara tidak menjadi pelaku maupun korban dari pelanggaran hukum / kejahatan.
Sudah saatnya peran pencegahan, pola preemptif dan preventif Polri secara maksimal difungsikan dan diberikan ruang sebesar besarnya dalam kehadirannya di masyarakat. 24/7.
Selamat,. Pal Listyo.