Pdt. Tony Mulia saat menjelaskan perspektifnya melihat perjalanan Gereja - gereja di Indonesia.

JAKARTA – Umat Kristen di Indonesia secara umum dalam melakukan praktik peribadatan di Indonesia semakin mudah. Walaupun begitu tidak dapat dipungkiri ada beberapa daerah di Indonesia yang umat Kristiani masih mengalami kesulitan.

Bicara soal makin mudahnya umat Kristiani melakukan praktik peribadatan dapat dilihat di kota – kota besar di Indonesia makin banyak (Gereja) besar yang membuka pelayanan pengembalaan.

Fakta itu—di satu sisi menjadi berita positif tapi di sisi lain menurut Pendeta yang aktif dalam kesatuan Gereja (JARINGAN DOA NASIONAL), telah menyakiti “gembala – gembala” yang Gerejanya kecil.   

“Saya pernah ketemu dengan seorang gembala yang tua (tapi sekarang sudah Alm). Dia menceriterakan memenangkan banyak jiwa di kampungnya. Tetapi Gerejanya tetap reot dan AC nya window. Itu terjadi karena jemaat yang dimenangkan pindah ke Gereja yang baru buka pelayanan di kompleksnya dengan bangunan yang megah—Gereja kapitalis,”cerita Pdt. Tony Mulia.

Banyaknya Gereja – gereja besar yang membuka cabang pelayanan tanpa memikirkan perasaan Gereja – gereja yang sudah lama berada di kompleks tersebut, Pdt. Tony Mulia memberikan label : Gereja predator, Gereja yang “memakan” jiwa dari aquarium sendiri.

 “Gereja kapitalis biasanya menafsirkan Injil dengan cara – cara kapitalis. Dan juga yang diinjili adalah jemaat – jemaat dari Gereja baik sesama sinodenya atau di luar sinodenya. Artinya jemaat yang sudah memiliki Gereja,”

Pdt. Tony Mulia menyebut Gereja Kapitalis karena Gereja – gereja tersebut main buka pelayanan. “Apa tujuannya? Sudah dipikir tidak, ketika buka dan buat besar – besar dapat menyakitkan Gereja – gereja yang sudah ada jauh lebih lama? Apakah mereka yang injili jiwa – jiwa yang beribadah di Gereja mereka? Tidak, mereka memindahkan jemaat orang,”ungkapnya.

BACA JUGA  Ketum Bamagnas, Pdt. DR. Japarlin : Kerukunan Menjadi Titik Penting Membangun Bangsa

Melihat cara – cara itu, Pdt. Tony Mulia mengatakan jangan heran dan kaget kalau banyak pendeta yang hedonisme, materialism—itu sebenarnya musuh Gereja. Sebab itu di luar prinsip Gereja, prinsip Gereja itu adalah keluarga. 

“Gereja bukan seperti bioskop, datang nonton film bagus, bertahan dan film tidak bagus pulang, bukan. Selain itu Gereja bukan menampilkan gedungnya besar tetapi bagaimana menjadi berkat, bagaimana memenangkan jiwa bukan mengambil jiwa yang sudah bertobat untuk bergereja di gerejanya,”. 

Pdt. Tony Mulia tidak asal mengatakan adanya pendeta (gembala) yang hedonisme dan materialism tetapi dibuktikam dengan survey.  “Kami bersama sebuah lembaga dari Amerika pernah melakukan survey yang diikuti 70 pendeta (gereja) di Kelapa Gading dengan memberikan kuesioner. Hasilnya kendala dan ancaman serta persoalan pelayanan Gereja – gereja di Kelapa Gading bukanlah adanya kelompok fundamentalis atau sulitnya mendapatkan Ijin tetapi Materialisme dan kedua Hedonisme,”

Materi yang berkelimpahan terang Pdt. Tony Mulia telah mempengaruhi gaya hidup pendeta – pendeta. Satu pendeta dengan pendeta lainnya berusaha  tampil lebih kaya. Karena merasa lebih, tidak mau bersama dengan gembala – gembala lain, khususnya yang lebih rendah (miskin) darinya. Padahal Gereja itu adalah kesatuan tubuh, saling membutuhkan satu dengan yang lain. 

Ada yang menarik untuk diperhatikan dari apa yang diungkap oleh oleh Pdt. Tony Mulia. Dari pendeta – pendeta yang “mempertontonkan” gaya hidup  materialism dan hedonisme itu kebanyakan pendeta dari Gereja – gereja aliran pentakosta. 

Dari fakta yang diungkap Pdt. Tony Mulia, tidak “sejurus” dengan upah yang diperoleh  para pengerja (pegawai) dari pendeta – pendeta yang tampil dengan gaya hidup berlebihan. Para pengerjanya hidup dengan pas – pas an, bahkan ada yang berkekurangan.

 “Nehemia pernah mengoreksi Imam soal upah yang diberikan kepada penjaga pintu gerbang, penyanyi (worship leader) di Nehemia 3,” 

BACA JUGA  Dibenarkan oleh Allah: Istilah yang Seringkali Disalahpahami

Pendeta dengan Gaya Hidup Mewah 

Para pendeta yang menampilkan gaya hidup materialism dan hedonisme tidak lepas dari firman Tuhan yang disampaikan. Firman Tuhan yang disampaikan hanya soal berkat, soal membayar perpuluhan, soal memotivasi jemaat memberi ke gereja agar jemaat diberkati Tuhan.

Berkat yang diperoleh dari jemaat yang kekurangan—bukan dipakai untuk memperluas kerajaan Tuhan, malah dipakai untuk makan enak—sementara jemaat yang memberi makan yang tidak seenak gembalanya. 

“Ada teman saya pengusaha cerita, pengusaha ini sering memberkati pendeta. Pada satu perjalanan menggunakan pesawat teman saya naik kelas ekonomi. Saat berjalan menuju ke kelas ekonomi melewati kelas bisnis dan teman saya ini lihat pendetanya duduk di kelas bisnis,”

Lewat pengalaman itu, teman Pdt. Tony Mulia mendapatkan pelajaran, jemaat diminta memberi dan memberkati pendetanya dari kekurangan tetapi pendetanya bersenang – senang (gaya hidup mewah) dengan berkat dari jemaat. Ini dunia memang sesat.

Pdt. Tony Mulia tidak mau menyalahkan gembala karena memang kesalahannya ada di jemaat. Sekarang ini banyak jemaat lebih suka mendengarkan firman Tuhan dari pendeta yang menguasai Firman Tuhan. Seorang pendeta yang benar bukan menguasai firman tetapi dikuasai firman Tuhan.

“Kalau pendeta yang menguasai firman maka firman Tuhan akan diatur untuk kepentingannya. Sedangkan kalau pendeta yang dikuasai firman Tuhan maka apa yang akan disampaikan itu benar dari Tuhan,”

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
4
+1
0
+1
0
+1
0
+1
2
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini