Ev. Harry Mandagi

JAKARTA – Pertanyaan ini sebenarnya tuduhan yang bersifat ejekan kepada Allahnya orang Kristen. Orang-orang yang tidak mengerti mengenai iman Kristen sering melontarakan kalimat ini dan tidak sedikit orang Kristen yang tidak dapat memberikan pembelaan imannya terhadap “serangan” ini.

Sekitar 100 tahun lalu seorang bernama Friedrich Nietzsche mengatakan “God is dead, and we have killed Him” (Allah sudah mati, dan kami sudah membunuhnya). Nietzsche adalah seorang filsuf yang terkenal, seorang ateis dari ayah seorang pendeta.

Dalam filosofi Nietzsche, Allah sudah mati bukan menjelaskan tentang Allah yang dipercayai orang Kristen yang mati menebus dosa umat-Nya, tapi justru itu suatu penghinaan terhadap iman Kristen. Allahnya orang Kristen sudah mati, berarti manusia sudah bebas tidak lagi terikat oleh hukum, tidak terikat lagi oleh firman sebab Allah yang dikenal dan disembah oleh orang Kristen sudah mati, Allah sudah tidak lagi dibutuhkan dan manusia bisa hidup menurut cara dan pemikiran manusia sendiri.

Iman Kristen adalah iman yang unik yang tidak terdapat dalam agama-agama yang ada di dunia ini. Dalam kekristenan ada doktrin Trinitas yang tidak ada di agama-agama lain. Allah yang berinkaranasi jadi manusia juga tidak ditemukan di agama lain, termasuk Allah yang pernah mengalami kematian.

Mengapa Allah mati, bukankah Allah tidak bisa mati? Doktrin tentang Allah yang pernah mati ini sesuatu yang tidak masuk akal bagi orang bukan penganut Kristen dan masih ada orang – orang penganut Kristen lainnya.

Dari fakta sejarah ini bisa membuka wawasan banyak orang bahwa tidak semua orang bisa menerima Allah yang mengalami kematian. Dari awal berdirinya Gereja mula-mula banyak injil-injil palsu yang beredar dan isinya bertentangan dengan Alkitab. Dalam kitab Perjanjian Baru berkali-kali dikatakan bahwa Allah pernah mengalami kematian.

Iman Kristen seringkali bertentangan dengan akal pikiran manusia yang berdosa ini. Semua pengajaran (doktrin) bila dipikirkan tidak pernah sejalan dengan pikiran manusia karena itu melampaui apa yang pernah dipikirkan manusia. Menurut akal pikiran manusia, tidak mungkin seorang perawan melahirkan anak, tetapi Alkitab berkata itu mungkin. Akal pikiran manusia berkata Allah tidak mungkin bisa mengalami kematian, tetapi Alkitab berkata Allah pernah mengalami kematian.

Di Gereja mula-mula banyak bidat-bidat yang juga sulit dan tidak bisa menerima bahwa Allah pernah mengalami kematian. Pada permulaan abad ke 2, muncul satu bidat yang bernama Gnosticism, satu bidat yang paling tua dari semua bidat yang pernah muncul dalam sejarah gereja. Bidat ini merupakan campuran dari filsafat Yunani, agama-agama kuno, semua dicampur jadi satu dan ada satu doktrin yang terkenal mengatakan Allah itu adalah Roh yang tidak mungkin pernah menjelma menjadi manusia.

Dalam pandangan Gnosticism sangat menolak dan menyangkali Allah pernah mengalami kematian. Allah tidak mungkin masuk ke tubuh manusia karena roh itu adalah sesuatu yang baik, sedangkan tubuh/materi sesuatu yang jahat dan berdosa; maka tidak mungkin sesuatu yang baik mau masuk ke tubuh manusia yang kotor dan najis ini.

Di gereja mula-mula bidat Gnosticism mau menyaingi kekristenan yang sejati dengan menulis banyak injil-injil palsu di antaranya adalah the gospel of Peter (di dalam Alkitab tidak ada yang namanya Injil Petrus), “injil” ini masuk dalam gereja mula-mula dan menyangkali kematian Kristus. Dalam Injil Petrus dikatakan Yesus tidak mati di Kayu Salib tapi Dia diangkat ke surga.

Kemudian muncul lagi kitab lain dari Gnosticism yaitu “the Act of John” (Kisah dari murid Tuhan Yesus yaitu Yohanes). Di kitab ini dikatakan dalam penyaliban Tuhan Yesus, Yesus yang asli menampakkan diri kepada sang murid Yohanes di sebuah gua, lalu Yohanes bertanya siapakah yang di salib itu? Dikatakan itu adalah orang lain yang diserupakan dengan Yesus, dengan kata lain Yesus tidak pernah mati karena Dia tidak pernah mengalami penyaliban.

Dalam kitab Gnostik yang lain, Egyptian Gnostic Basilides (Injil Gnostik Basilides), dikatakan yang mati di Kayu Salib itu bukan Tuhan Yesus melainkan Simon orang Kirene, dialah yang mengangkut Salib Tuhan Yesus dan dia itu juga yang disalibkan. Ini adalah beberapa injil-injil Gnostik yang pernah muncul dalam sejarah gereja dan semua memiliki penyangkalan Kristus pernah mengalami kematian. Semua “injil-injil” ini ditulis sekitar abad ke 2.

Masuk di abad ke 14, muncul sebuah injil baru yang menggoncang dunia kekristenan dan gereja yang namanya “the gospel of Barnabas” (Injil Barnabas). Ini Injil palsu yang tidak ada di dalam kanon Alkitab. Dalam Injil Barnabas ini dikatakan yang mati di kayu salib bukan Yesus Kristus seperti yang dipercayai oleh orang Kristen tetapi adalah Yudas Iskariot.

Ketika mundur ke zaman Tuhan Yesus ada di dunia, perlu diketahui murid-murid Tuhan Yesus juga gagal memahami siapa Mesias. Para murid percaya Yesus adalah Mesias tetapi konsep Mesias akan mati itu asing alias tidak pernah ada dalam pikiran para murid. Ini terlihat waktu Yesus memberitahu para murid bahwa Mesias akan mati, lalu Petrus menarik Yesus dan menegor Yesus bahwa hal itu tidak akan terjadi (Mat 16:21-23).

Konsep Mesianik di kalangan orang Yahudi itu sudah berkembang mulai dari zaman pembuangan. Ketika orang Yahudi di buang ke Babel, mulai muncul pemberitaan nabi-nabi bahwa akan ada seorang penyelamat, seorang yang diurapi, seorang Mesias yang akan menyelamatkan orang Yahudi, maka tumbuhlah pengharapan Mesianis di tengah orang Yahudi.

Mayoritas orang Yahudi melihat Mesianis politis, Mesias yang akan datang adalah Dia yang akan membebaskan orang Yahudi dari segala macam perbudakan atau penjajahan bangsa-bangsa besar seperti Asyur, Babel dan sebagainya dan membawa bangsa Israel kembali menjadi pemimpin dunia dan memasuki masa jaya seperti pada zaman Daud dan Salomo.

Mesias politis yang diharapkan akan datang dan menggulingkan semua kekuasaan dunia termasuk kekuasaan Romawi pada masa itu. Tentunya dengan pandangan seperti ini, Mesias tidak boleh mati, kalau Mesias itu mati, itu adalah satu kegagalan untuk suatu pengharapan Mesianik dikemudian hari. Dalam benak orang Yahudi, Mesias akan menggulingkan Romawi. Yesus di awal pelayanan-Nya itu memberikan pengharapan Mesianik seperti itu. Itulah sebabnya Alkitab mencatat, orang Yahudi mau memaksa Yesus menjadi raja. Mungkin juga murid-murid yang ikut Tuhan Yesus juga mempunyai pengharapan yang salah seperti itu.

Ibu dari Yakobus dan Yohanes juga mempunyai pandangan Mesias yang memerintah sebagai Raja, lihat saja harapannya bahwa anaknya yang satu di kiri dan satu di kanan di kerajaan-Nya (Mat 20:20-23). Karena itu konsep Mesias yang akan menderita dan mati dibunuh itu asing bagi pikiran mereka. Yesus berulang kali memberitakan kematian-Nya, tapi tidak pernah ada di pikiran para murid Mesias yang seperti itu. Itu sebabnya kematian Yesus mengagetkan bagi para murid. Walaupun para murid mengikut Yesus tapi konsep Mesianik yang salah membuat para murid juga salah menilai Yesus. Kalau ditanya apakah para murid tidak tahu kalau Yesus akan mati?

BACA JUGA  Harry Mandagi : Didik Anak dengan Cinta Disertai Ketegasan dan Keras

Secara informatif Yesus sudah memberi tahu beberapa kali, tapi karena konsep yang sudah tertanam terlebih dahulu dan melekat di pikiran para murid, sehingga para murid tidak menaruh perhatian yang cukup tentang konsep Mesias yang menderita seperti dikatakan oleh Yesus. Orang yang sudah ikut Yesus pun bisa punya pengertian yang sangat dangkal. Kalau murid-murid Tuhan Yesus saja yang ikut Tuhan Yesus 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu selama 3 ½ tahun, pemahamannya masih dangkal, apalagi pengikutnya (umatnya) zaman now.

Oleh sebab itu belajar firman Tuhan dengan intensif adalah suatu keharusan agar seiring dengan waktu mengikut Yesus, pengenalan dan pengertian akan Dia semakin bertambah. Hidup yang kekal adalah mengenal Allah yang benar-benar Allah melalui pengenalan akan Anak-Nya Yesus Kristus Tuhan (Yoh 17:3). Bagaimana dapat mengenal-Nya dengan benar kalau tidak belajar doktrin yang benar sehingga dapat berelasi dengan-Nya?

Kristus pernah mati dapat dibuktikan dari sumber internal maupun dari sumber eksternal. Yang dimaksud sumber internal adalah bukti yang diambil dari dalam Alkitab itu sendiri sedangkan sumber eksternal adalah bukti dari luar Alkitab.

Bukti eksternal:

Flavius Josephus, seorang sejarawan Yahudi yang hidup di abad pertama (est. 37-101 AD) dekat dengan zaman Tuhan Yesus hidup di dunia. Di dalam bukunya dia menggambarkan hukuman mati yang dijatuhkan melalui penyaliban Yesus di tangan penguasa Romawi Pontius Pilatus.  Josephus bukan orang percaya, tetapi sebagai seorang sejarawan yang diakui dunia, otentisitas tulisannya tidak diragukan lagi.

Seorang senator dan sejarawan Romawi, Tacitus (est. 37-101 AD) yang juga hidup dekat dengan zaman Tuhan Yesus, menulis hal yang sama tentang hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pontius Pilatus kepada Yesus Kristus. Tacitus juga bukan orang percaya kepada Tuhan Yesus. Otentisitas tulisan Tacitus juga dapat dipercayai.

Bukti internal:

Flp 2:5-11 dapat menjelaskan benarkah Allah pernah mengalami kematian? Paulus mulai dari satu pernyataan bahwa Kristus adalah Allah. Paulus mengutip ayat ini dengan satu presuposisi (titik berangkat) bahwa Kristus adalah Allah. Dalam ayat 6, Paulus mengatakan Kristus dalam rupa Allah, apa artinya? Penjelasan yang paling baik kalimat “Kristus dalam rupa Allah” ini menunjukkan kesamaan natur/hakikat Kristus dengan Allah itu sendiri; dengan kata lain Kristus adalah rupa Allah itu sendiri. Kristus mempunyai hakikat/esensi yang sama dan satu dengan Allah, ini diperkuat dengan ayat 6b “… yang menganggap kesetaraan dengan Allah itu bukan sebagai milik yang harus dipertahankan …”.

Kristus setara dengan Allah Bapa. Kristus bukan dicipta oleh Allah Bapa, Kristus bukan diangkat dan diadopsi oleh Allah Bapa; ini semua pemahaman Kristologi yang keliru. Kristus adalah rupa Allah dan setara dengan Allah itu sendiri. Kristus adalah Allah pada diri-Nya sendiri. Dia bukan diangkat jadi Allah tapi Dia adalah Anak Allah pada diri-Nya sendiri; di dalam relasi dengan Bapa sejak di dalam kekekalan.

Mengapa orang percaya disebut anak Allah sedangkan Kristus juga disebut Anak Allah, apa bedanya? Orang percaya disebut anak Allah karena diadopsi menjadi anak Allah (Gal 4:5). Kristus Anak Allah bukan hasil adopsi, karena memang hakikat dan natur Dia adalah Anak Allah. Kita diadopsi oleh Allah karena natur kita bukan natur Anak Allah.

Kristus disebut Anak Tunggal Allah (Yoh 1:18 ; Yoh 3:18) sedangkan kita disebut anak-anak yang di adopsi oleh Allah (Gal 4:5). Apa yang dikatakan Paulus, Kristus dalam rupa Allah dan setara dengan Allah sama seperti apa yang dikatakan Yohanes di Yoh 1:1 “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah sendiri”.

Ini bicara kekekalan, Yesus sejak kekal Dia adalah Allah, Yesus dalam kekekalan Dia adalah rupa Allah, Yesus sejak di kekekalan Dia setara dengan Allah. Inilah yang dikatakan Paulus dalam Flp 2:6, dengan kata lain Yesus adalah Allah pada diri-Nya sendiri; Dia adalah pribadi kedua dari Allah Tritunggal. Meskipun dalam Allah Tritunggal, Allah Bapa disebut terlebih dahulu, lalu Allah Anak, lalu Allah Roh Kudus; ini tidak menunjukkan ordo (tingkatan-tingkatan). Allah Anak adalah Yesus Kristus, Firman itu sendiri yang Yohanes katakan, setara dengan Allah (Flp 2:6).

Paulus menggunakan kata “rupa” yang kedua: “Kristus mengosongkan diri mengambil rupa seorang hamba” (Flp 2:7). Apa yang dimaksud rupa Allah dan rupa seorang hamba? Mengosongkan diri, bukan berarti menanggalkan ke Ilahian-Nya. Kristus tidak pernah berhenti menjadi Allah tetapi Kristus justru menambahkan natur manusia di dalam pribadi-Nya. Kristus adalah rupa Allah (Flp 2:6) artinya memiliki sifat sehakikat dengan Allah, Dia juga mengambil rupa seorang hamba menjadi sama dengan manusia (Flp 2:7), artinya Kristus juga memilki natur sebagai seorang manusia; inilah yang dikenal dengan istilah dwi-natur Kristus. Kristus dalam rupa Allah 100% tidak berkurang sedikitpun, sekarang ditambahkan kepada pribadi-Nya rupa seorang hamba, natur seorang manusia yang juga 100%, itu ada dalam pribadi Yesus Kristus yang Ilahi. Inilah yang dikenal dalam inkarnasinya, Kristus yang mempunyai satu pribadi yang Ilahi dengan dua natur: Allah dan manusia.

Yesus Kristus adalah pribadi Allah, ketika Dia datang ke dunia menjadi manusia, Dia memiliki sifat manusia 100% sama seperti manusia di dunia ini; Dia bisa kelelahan sampai tertidur, Dia bisa kehausan sampai minta minum dari perempuan Samaria, bahkan Dia bisa mengalami kesakitan waktu di Salib, yang akhirnya memberikan nyawa-Nya kepada Bapa. Inilah yang dicatat dalam kitab Injil tetapi pada saat yang sama kitab Injil juga mencatat, Yesus Kristus adalah tetap Allah 100%, Dia berhak mengampuni orang berdosa (Luk 5:20-21 ; Luk 7:47-49 ; Ef 4:32). Dia memilki kuasa untuk mengusir setan. Sifat Ilahi dan sifat manusia, ada pada diri Yesus Kristus. Pada waktu Tuhan Yesus berinkarnasi menjadi manusia, mengambil rupa sebagai seorang hamba, Dia tidak kehilangan sifat Ilahi-Nya sama sekali tetapi sifat Ilahi-Nya itu “ditutupi” sementara oleh tubuh daging ini, sehingga kadang-kadang tidak nampak. Seorang bapa reformator berkata: “Sungguh benar bahwa Kristus tidak mungkin menanggalkan ke Ilahian-Nya tetapi Dia tetap menjaga itu dan menyembunyikan sesaat waktu dibalik segala kelemahan tubuh dan daging sehingga tidak bisa terlihat oleh manusia”. Dalam inkarnasinya, ke Ilahian Kristus seolah-olah tidak nampak walaupun kadang-kadang muncul dalam berbagai situasi.

Di gereja mula-mula, jemaat kebingungan mengenal Yesus Kristus; ada yang mengatakan Yesus hanya Allah 100%, sebagian gereja mengatakan Yesus hanya manusia 100%; kedua-duanya salah!

Dalam Alkitab, Yesus adalah Allah 100% sekaligus manusia 100% dalam satu pribadi-Nya. Inilah satu hal yang dicetuskan di konsili Chalcedon tahun 451; dirumuskan di konsili itu, Kristus adalah Allah yang berinkarnasi jadi manusia, dan dalam pribadi-Nya ditambahkan natur sebagai manusia 100%.

Pada masa itu sedang melawan pandangan bidat Nestorius dan Eutykhes. Pandangan Nestorianisme adalah memisahkan natur Ilahi dan natur manusia Kristus sehingga Kristus mempunyai masing-masing pribadi dalam natur Ilahi dan manusianya. Sedangkan Eutykhesisme mengajarkan bahwa natur manusia Kristus terhisab ke dalam natur Ilahi-Nya sehingga kedua natur itu bercampur (melebur) menjadi satu natur yang baru dipribadi Kristus. Kedua pandangan ini adalah pandangan bidat. Dalam konsili Chalcedon inilah dicetuskan bahwa natur Ilahi dan natur manusia Kristus ada dalam satu pribadi Kristus yang Ilahi yang tidak terpisahkan; tidak bercampur menjadi satu natur yang baru, tidak pula terpisah menjadi dua natur dengan masing-masing pribadi, tetapi masing-masing natur baik Ilahi maupun manusianya dapat dibedakan. Dua natur ini tidak terpisah dan dua natur ini juga tidak tercampur, tetapi dua natur ini tetap hadir bersama-sama dalam pribadi Yesus Kristus yang mati tersalib bagi orang berdosa. Sampai kapan dua natur ini ada, sampai selama-lamanya.

BACA JUGA  Gereja Bermunculan, Menyelamatkan Jiwa atau Memindahkan Jiwa? Banyak Pendeta Hidup Mewah

Allah pernah mengalami kematian karena Allah telah berinkarnasi menjadi manusia. Ini juga yang dikatakan Yoh 1:14 “Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita ….”. Alkitab konsisten mengajarkan, Anak Allah sang Firman itu pernah datang ke dunia dan jadi manusia, bahkan pernah mengalami kematian.

Allah benar pernah mengalami kematian seperti yang dikatakan Paulus di Flp 2:8. Mengapa bisa demikian padahal Allah mestinya tidak bisa mati? Allah pernah datang ke dunia sebagai seorang manusia sehingga itu memungkinkan Dia mengalami kematian seperti manusia. Dalam keadaannya sebagai manusia, Dia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di Kayu Salib.

Pertanyaan penting, mengapa Kristus harus jadi manusia dan mengapa Kristus harus mengalami kematian? Kristus harus jadi manusia karena Dia adalah pengantara antara manusia dengan Allah (1 Tim 2:5). Sebagai pengantara, Dia harus memiliki sifat Allah sekaligus sifat manusia dalam diri-Nya. Sifat Ilahi-Nya mewakili Allah, sifat manusianya mewakili manusia. Ini sesuatu yang tidak terbantahkan. Kristus harus memiliki dua natur dalam diri-Nya dalam fungsi sebagai Juruselamat atau Mesias supaya manusia bisa kembali berelasi dengan Allah.

Mengapa Kristus dalam kemanusiaannya harus mengalami kematian? Dia harus mengalami kematian karena tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan dosa (Ibr 9:22). Kematian Kristus bukan terjadi mendadak, kematian Kristus adalah bayang-bayang dalam Perjanjian Lama.

Sebelum Yesus datang ke dunia, kitab Perjanjian Lama sudah memberikan satu gambaran: domba disembelih, domba dikorbankan; itu adalah symbol kematian Kristus dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya ketika Tuhan Yesus datang ke sungai Yordan untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, waktu Yohanes Pembaptis melihat Tuhan Yesus, dia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yoh 1:29)”, yang artinya Anak domba yang harus dikorbankan, karena tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan alias tidak ada penghapusan dosa (Ibr 9:22). Domba dalam kitab Perjanjian Lama hanya bayang-bayang, Kristus yang mati adalah penggenapannya dalam Perjanjian Baru.

Kalau Kristus tidak pernah mengalami kematian, maka tidak ada yang namanya penebusan dosa sebab tidak akan ada kebangkitan dan tanpa kebangkitan Kristus dari kematian, iman kita menjadi sia-sia (1 Kor 15:17). Kita menjadi seteru (musuh) Allah dan kita akan tetap mengalami hukuman kekal didalam neraka. Itulah sebabnya Kristus harus mati di atas Kayu Salib. Dia yang taat kepada Bapa, rela mengosongkan diri-Nya menjadi seorang hamba dan mati di atas Kayu Salib, maka Allah meninggikan Dia dan memberikan nama di atas segala nama; dan suatu saat semua bangsa di muka bumi, orang percaya maupun bukan orang percaya akan tunduk mengaku Yesus adalah Tuhan dari mulut mereka (Flp 2:9-11). Hari ini orang yang masih menghina Tuhan Yesus Kristus, suatu saat nanti mereka tunduk menyembah dan mengaku Yesus adalah Tuhan.

Mengapa Allah meninggikan Yesus Kristus? Mengapa kematian Yesus Kristus berbeda dengan kematian manusia? Apa makna kematian Kristus bagi kita?

  • Kristus mengorbankan diri-Nya bagi kita bukan satu kewajiban atau keharusan Dia harus mati, tetapi Dia rela mengorbankan diri-Nya dengan sengaja. Yoh 10:11 “Akulah gembala yang baik, gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”. Hanya dalam iman Kristen, Allah mau mengorbankan diri-Nya mati untuk domba-domba-Nya.
  • Kematian Kristus bersifat substitusi (menggantikan) atau bertukar tempat – Yesus tidak harus mati, tetapi kalau Dia mati, kematian-Nya itu bukan karena kesalahan-Nya tetapi Dia sedang menggantikan kita semua yang seharusnya menerima penghukuman dari Allah. 2 Kor 5:21 “Dia yang tidak mengenal dosa, dibuatnya menjadi dosa karena kita, supaya di dalam Dia, kita dibenarkan oleh Allah”. Kristus mati di atas Kayu Salib untuk menggantikan kita, siapa yang bisa tahan dengan murka Allah? Tidak ada seorangpun bisa, hanya Yesus Kristus karena Dia memiliki sifat Allah, Dia bisa menahan segala murka Allah di atas Kayu Salib bagi kita semua. Dia mati bukan karena kesalahan-Nya, Dia mati bukan karena kejahatan-Nya, Dia mati untuk menggantikan orang-orang pilihan-Nya, supaya kita tidak mengalami penghukuman Allah.
  • Kematian Kristus yang unik adalah kematian-Nya bersifat penebusan. Menebus artinya membebaskan, memberi kemerdekaan dari belenggu dosa dalam hidup kita. Kristus mati bukan sekedar menggantikan dari hukuman dosa, kematian Kristus membebaskan dari belenggu dosa (Rm 7:24-25). Tidak ada satupun pemimpin agama yang bisa membebaskan manusia dari dosa kecuali Anak Allah turun ke dunia, mati di atas Kayu Salib menggantikan kita; barulah yang namanya penebusan itu terjadi.
  • Kematian Kristus memberikan pendamaian antara manusia dengan Allah. Bukan kita yang terlebih dahulu mengasihi Tuhan tetapi Tuhan yang mengasihi kita terlebih dahulu dengan memberikan Anak-Nya mati supaya kita diperdamaikan kembali dengan Allah (1 Kor 4:19). Dalam natur berdosa ini, kita adalah musuhnya Allah dan murka Allah itu menyala-nya akan orang berdosa. Penghakiman dan penghukuman itu menanti kepada orang-orang berdosa. Alkitab berkata, kematian Kristus itu yang mendamaikan kita dengan Allah (Rm 5:10). Kalau Kristus tidak mati, tidak terjadi rekonsiliasi, tidak mungkin terjadi pendamaian antara kita dengan Allah. Kematian Kristus memuaskan keadilan Allah. Kematian Kristus memadamkan murka Allah yang menyala-nyala sehingga Dia merangkul kita dan mengangkat (mengadopsi) kita menjadi anak-anak-Nya. Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan didalam hidup orang berdosa.
  • Kematian Kristus bukti terbesar kasih Allah kepada kita. Tuhan mengasihi dengan kasih yang paling besar diberikan Anak-Nya bagi dunia. Inilah kasih yang terbesar yang Allah pernah nyatakan dalam hidup setiap manusia yang berdosa; dari seharusnya mati kekal tetapi diubah menjadi hidup kekal. Soli Deo Gloria
  • Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.
Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
2
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini