Jakarta – Bicara mujizat Tuhan, tidak ada yang dapat mengetahui kapan hal itu akan terjadi. Tetapi di dalam Alkitab (Firman Tuhan) mujizat terus menyertai pelayanan Yesus Kristus semasa di bumi.
Di dalam kanal YouTube, Opini Bertty, yang ditayang 14 Maret 2021, dengan durasi 10.56, berjudul “Gereja dan ajaran palsu terbongkar! Jangan mau ditipu Gereja yang obral mujizat!”
Pendeta dari Gereja Kristen Indonesia (GKI), Sinode Wilayah (SW) Jawa Barat (Jabar), Pdt. Albertus Patty, mengatakan menarik untuk membahas mujizat. “Menarik juga soal Mujizat ini. Karena biar bagaimana kalau kita membaca kitab suci, Yesus banyak kali melakukan mujizat. Sehingga banyak gereja yang berpikir bahwa kalau gereja tidak melakukan mujizat itu bukan Gereja. Karena dia mengikuti Yesus Kristus, dan itu alkitabiah dianggap,” kata pendeta yang pernah menjadi salah satu calon Ketua Umum Persekutuan Gereja – gereja di Indonesia (PGI).
Pendeta jemaat disalah satu GKI di Bandung ini menambahkan bagi pendeta – pendeta dari gereja – gereja yang “menonjolkan” mujizat menjadikan ukuran satu gereja itu sungguh -sunggu bersandar pada Yesus Kristus atau tidak, itu dari mujizat. “Itu sebabnya ibadah – ibadahnya seringkali banyak melakukan mujizat – mujizat yang luar biasa. Orang datang untuk mendapatkan mujizat – mujizat itu. Itu yang pertama, sikap pertama,” katanya. .
Sikap kedua kata Pdt. Albertus Patty, ada juga di dalam sejarah Gereja yang justru menentang adanya mujizat – mujizat. Dan itu terutama diinspirasi oleh orang – orang seperti, Martin Luther maupun Calvin. “Mereka tidak terlalu oke terhadap mujizat karena justru mereka lahir didalam konteks pencerahan eropa, sehingga mereka anggap ini abad yang rasional. Sehingga daripada tekanan mujizat mereka meletakkan pada tekanan pada firman,”katanya.
Pdt. Albertus Patty menegaskan ukuran dari satu gereja bagi orang – orang seperti Marthin Luther dan Calvin, adalah firman itu sendiri. “Sehingga kalau ke gereja orang – orang melihat khotbahnya, kalau sudah habis khotbahnya inti dari ibadah sudah selesai. Mereka menolak mujizat karena mujizat dianggap sudah masa lalu,”jabarnya.
Kelompok yang “menonjolkan” pada firman Tuhan, kata Pdt. Albertus Patty, yang dilakukan adalah mendirikan rumah sakit, klinik, untuk menolong orang – orang yang sakit.
Sedangkan kelompok yang pertama, tidak mendirikan rumah sakit ataupun poliklinik, lebih berpikir pada cukup didoain, dikasih minyak atau apapun untuk bisa sembuh. “Itu dua ekstrim. Pertama, setuju mujizat dan ukurannya juga mujizat. Kedua, tidak setuju total pada mujizat karena menganggap itu abad rasional, di mana lebih memilih mendirikan rumah sakit – rumah sakit dan menyediakan dokter untuk melayani orang sakit,”.
Selain dua kelompok itu, Pdt. Albertus Patty mengungkapkan ada kelompok ketiga, kelompok tengah, yang percaya mujizat tetapi tidak sembarangan percaya. Alasannya, siapa yang akan memutuskan sesuatu yang terjadi benar mujizat Tuhan atau dari dukun? Atau hanya buatan alias mengada – ada. Termasuk disuruh pura – pura sakit lalu bersaksi bahwa tadi sakit kemudian disembuhkan secara mujizat. “Padahal ini sebetulnya hanya sebuah promosi gereja saja. Jadi begitu, kelompok ini kristis terhadap mujizat tapi masih menerima adanya mujizat,”terangnya.
“Intinya, ada mujizat yang kelompok ini setujui dan ada yang tidak disetujui. Gereja terbagi tiga itu. Kita harus belajar menerima situasi yang ada, kira – kira begitu,”tegasnya.
Pdt. Albertus Patty menegaskan adanya pandemi Covid-19 seperti membongkar semuanya. “Kita boleh tidak suka dengan pandemi Covid-19, tetapi kelihatan sekali orang – orang (yang dulu teriak – teriak (berkhotbah – berkhotbah), yang berkata segala penyakit bisa disembuhkan, semuanya tiarap, dan itu menghina Allah. Karena seolah – olah Allah bisa menyembuhkan semua penyakit kecuali pandemi Covid-19,”.
“Di tengah – tengah situasi ini kita tetaplah harus bersandar, memiliki iman. Karena seluruh hidup kita sebetulnya kan mujizat, dari kita pagi bisa bernafas atau segala macam. Seluruh hidup itu mujizat bukan dalam konteks hanya karena orang sakit saja. Bahwa kita bisa menikmati kehidupan, kegembiraan itu adalah sebuah mujizat itu sendiri,”.