JAKARTA – Pernahkah mendengar seseorang mengucapkan kalimat: “dua atau tiga orang percaya berkumpul dalam nama Tuhan Yesus, Tuhan hadir” dan kemudian disambung dengan kalimat “apalagi di sini ada lebih dari tiga orang, firman Tuhan berkata Tuhan ada ditengah-tengah kita”? Kalimat ini umumnya diucapkan dalam sebuah ibadah gereja atau persekutuan doa.
Perkataan ini adalah kutipan dari Mat 18:20. Tepatkah ucapan ayat tersebut diterapkan dalam konteks ibadah atau persekutuan doa yang harus dihadiri lebih dari dua atau tiga orang?
Salah satu prinsip dasar penafsiran Alkitab adalah memahami setiap ayat itu dalam konteks dekat, jika perlu dilihat dalam konteks lebih jauh, apabila suatu ayat itu sulit dimengerti. Yang disebut konteks adalah ikatan kalimatnya, baik ayat-ayat sebelumnya, maupun ayat-ayat sesudahnya sehingga alur dari sebuah kisah itu dapat dimengerti.
Untuk mengerti konteks dari Mat 18:20, perlu melihat dari ayat 15 dan seterusnya, ada peristiwa di mana ada seseorang di tengah-tengah jemaat yang berbuat dosa (suatu kesalahan). Pertama-tama orang tersebut harus ditegur di bawah empat mata. Setelah ditegur di bawah empat mata, kalau orang tersebut tidak mengakui perbuatannya; masuk pada tahap berikutnya yaitu membawa dua atau tiga orang saksi yang mengetahui perkara itu untuk menegurnya (ayat 16). Apabila tindakan ini tidak berhasil, maka orang tersebut dibawa di hadapan jemaat (ayat 17a). Jika di hadapan jemaat orang tersebut tidak mengakui perbuatannya, maka berikutnya adalah mengambil tindakan disiplin gerejawi terhadap orang tersebut. Karena dia tidak mau mendengarkan teguran-teguran, anggaplah dia seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.
Mengapa disebut sebagai seorang “pemungut cukai” karena pada konteks zaman itu, pemungut cukai adalah orang yang paling dibenci dan dianggap paling “rendah”, dianggap pengkhianat bangsa dengan menjadi kaki tangan pemerintah Romawi yang berkuasa pada waktu itu. Pemungut cukai menarik pajak dengan cara memeras dan berlaku tidak adil terhadap bangsanya sendiri. Mengapa mereka dianggap sebagai orang tidak mengenal Allah? Apakah berarti orang itu berubah menjadi bukan orang percaya? Bukan itu maksud dari teks tersebut. Sampai pada tahap tersebut orang itu tidak mengakui perbuatannya, dia di ekskumunikasikan dari gereja atau diberhentikan/dikeluarkan dari gereja – inilah yang disebut disiplin gerejawi.
Di dalam dunia ini secara umum disebut kalau tidak ada dalam kerajaan Allah, berarti ada dalam kerajaan iblis; tidak ada yang namanya posisi netral. Orang yang di ekskomunikasikan dianggap bukan orang percaya dan ada di wilayah kerajaan iblis; ini tidak dimaksudkan dia benar-benar masuk ke dalam kerajaan iblis tapi itu adalah satu ungkapan bahwa orang itu sudah tidak ada bersama-sama dengan jemaat dalam kumpulan orang-orang percaya. Akan tetapi kalau suatu hari orang tersebut sungguh-sungguh bertobat dan mau kembali, gereja harus menerimanya.
Pada zaman sekarang nyaris tidak ada gereja, kalaupun ada, tentu sangat sedikit sekali yang mempraktikkan disiplin gerejawi seperti yang dilakukan pada masa gereja mula-mula, prinsip yang sangat Alkitabiah. Dari ayat 15-17, kita dapat menarik kesimpulan bahwa konteksnya adalah disiplin gerejawi di mana terjadi seorang kedapatan berbuat dosa dan “diadili”.
Masuk ke ayat 18: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga”, ini juga teks yang sering di salah paham oleh sebagian orang Kristen. Tidak sedikit orang Kristen mengutip ayat ini dalam doa permohonan apa saja kepada Tuhan; baik doa secara komunal maupun doa secara pribadi kepada Tuhan. Sesuai dengan apa yang dipaham tentang ayat itu, apa saja yang diminta kepada Tuhan, diikat di dunia ini dalam doa, dipercaya permintaan mereka akan terikat juga di surga dan apa yang dilepaskan di dunia ini, juga akan terlepas di surga.
Apakah kutipan ayat ini tepat dalam konteks doa dimaksud? Jelas tidak. Ini adalah satu tindakan mencopot ayat keluar dari konteksnya dan memakainya dengan satu tujuan untuk mencapai satu keinginan yaitu seolah-olah memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa.
Mengapa ayat ini menjadi ayat favorit yang dikutip dalam doa permintaan untuk khususnya suatu kebutuhan yang sangat mendesak? Alasan pertama itu kemungkinan kata-kata dari ayat tersebut yang terkesan menjanjikan akan dikabulkan oleh Tuhan. Alasan kedua ayat itu sering dikutip dalam doa karena pada umumnya banyak orang mengimitasi (meniru) doa orang lain yang pernah didengarnya, terutama yang berdoa adalah seorang hamba Tuhan.
Apa yang dimaksud oleh Tuhan Yesus mengucapkan kalimat ini setelah membahas disiplin gerejawi yaitu teguran kepada orang berdosa? Bagaimana mengartikan teks yang diucapkan Tuhan Yesus: “apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga”? Ada dua kata: “mengikat” dan “melepaskan” yang perlu di tafsir dengan tepat.
William Barclay adalah seorang ahli yang mendalami sejarah orang Yahudi; mempelajari budaya serta kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan orang Yahudi di dalam Alkitab. Berikut komentar dari William Barclay: Arti yang biasa dipahami oleh orang Yahudi mengenai “mengikat” sesuatu adalah menyatakan sesuatu terlarang; sedangkan “melepaskan” sesuatu adalah mengijinkan. Ini merupakan frase yang biasa dipakai dalam keputusan menyangkut hukum. Sebenarnya kata “mengikat” dan “melepaskan” adalah dua frase yang seringkali digunakan oleh rabi-rabi Yahudi. Kata “mengikat” itu biasanya dipahami sebagai sebuah tindakan melarang; sedangkan “melepaskan” dipahami sebagai tindakan mengijinkan.
Ayat 18 ini mau menunjukkan bahwa Tuhan di surga akan bersikap atau bertindak sama atau sejalan dengan keputusan gereja pada waktu gereja melaksanakan disiplin gerejawi. Setelah melewati beberapa tahap sidang kepada orang yang berbuat dosa itu, sampai kepada tahap di mana ia dibawa ke hadapan jemaat (ayat 17) dan ia tetap tidak mengakui perbuatannya, keputusan gereja adalah mengekskomunikasikan atau mengeluarkan orang itu dari gereja. Ini harus dilakukan atas kebenaran yang telah diselidiki secara ketat, beserta bukti-bukti yang valid, baru dibuat satu keputusan dan tidak boleh ada unsur ketidak adilan. Waktu gereja memutuskan perkara itu berdasarkan kebenaran, maka keputusan gereja itu disetujui oleh Tuhan.
Tuhan bertindak sejalan dengan keputusan gereja untuk melakukan disiplin gerejawi dengan mengeluarkan orang tersebut dari gereja. Apabila orang tersebut sudah bertobat dan mau kembali lagi, keputusan gereja menerima orang tersebut, itu juga sejalan dan disetujui oleh Tuhan. Inilah arti dari Mat 18:18 “apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga”. Itu adalah penjelasan mengapa perkataan Yesus masuk ke dalam konteks “mengikat” dan “melepas” karena Kristus adalah kepala gereja dan gereja diberikan “otoritas” membuat suatu keputusan yang berasaskan kebenaran dan keadilan, Tuhan pun setuju dengan itu.
Ini menyadarkan bahwa gereja harus bersikap hati-hati dalam membuat suatu keputusan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan karena Tuhan hadir di dalam setiap keputusan. Kalau keputusan itu sudah dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan yang disebutkan di atas, dengan segala pertimbangan dan investigasi yang menyeluruh beserta bukti-bukti yang ada. Ketika keputusan disiplin gereja dijatuhkan, tidak ada seorangpun yang boleh mengganggu gugat karena keputusan itu disetujui oleh Tuhan sendiri. Melawan keputusan itu berarti melawan Tuhan, dan itu berlaku untuk hal sebaliknya apabila orang tersebut bertobat dan mau kembali maka gereja harus menerimanya, tidak boleh diganggugugat. Sekali lagi, keputusan ini harus berlandaskan tahapan-tahapan disiplin gerejawi, dan dengan penelitian yang menyeluruh, dengan segala pertimbangan dan keadilan.
Satu Orang Berdoa Tuhan Yesus Tidak Hadir?
Semoga penjelasan itu dapat dipahami. Ingat! Ayat tersebut tidak ada hubungannya dengan doa. Itu dapat dilihat dari penjelasan ayat selanjutnya, ayat 19-20. (19) “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. (20) Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”
Kalimat ini tidak asing di telinga orang Kristen yang sering mendengar perkataan ini diucapkan di ibadah-ibadah gereja maupun dalam persekutuan-persekutuan doa; baik di dalam doa maupun ucapan dari pemimpin pujian. Apa yang dipahami oleh orang Kristen pada umumnya adalah apabila ada umat Tuhan lebih dari dua atau tiga orang bersama-sama sepakat meminta apa saja di dalam doa, permintaannya akan dikabulkan Bapa di surga.
Apakah demikian arti teks tersebut? Apakah ayat 18-19 memasuki konteks yang berbeda sehingga terlepas dari ayat-ayat sebelumnya (ayat 15-17)? Tentu tidak. Teks ini jelas berkaitan erat dengan teks-teks sebelumnya karena ada di dalam satu konteks masalah disiplin gerejawi.
Kalau dikatakan Tuhan Yesus baru hadir apabila ada dua atau tiga orang berkumpul di dalam nama-Nya, dengan demikian bagaimana kalau hanya ada satu orang percaya, apakah tidak perlu berdoa karena Tuhan tidak akan hadir sehingga sia-sialah berdoa? Ini adalah implikasi logis apabila menafsir teks tersebut demikian.
Penafsiran seperti ini akan bertabrakan dengan Mat 6:6 yang mengatakan apabila hendak berdoa, masuk kamar, tutup pintu dan berdoa. Satu orang percaya berdoa, Tuhan hadir, tidak harus minimal ada dua atau tiga orang. Prinsip paling mendasar dalam hermeneutika adalah tidak boleh melepaskan suatu ayat keluar dari konteksnya dan ditafsir secara terpisah.
Melakukan disiplin gerejawi itu ternyata tidak mudah dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan atau semena-mena. Urutannya dalam menegur orang yang berbuat salah (dosa) itu adalah setelah ditegur dibawah empat mata, lalu memanggil dua atau tiga orang saksi karena hukum Taurat berkata satu perkara itu sah dan tidak disangsikan kalau ada dua atau tiga orang saksi (Bil 35:30 ; Ul 17:6, 19:15), apalagi dibawa kepada jemaat yang terdiri lebih dari dua atau tiga orang.
Mengingat keputusan itu penting, tidak boleh dilakukan tanpa doa, karena itulah jemaat harus juga dilibatkan berdoa sungguh-sungguh sebelum mengambil keputusan sebab ini berkaitan dengan nasib orang. Kalau orang tersebut dikucilkan (dikeluarkan) dari gereja tetapi dikemudian hari diketahui faktanya orang itu tidak melakukan pelanggaran, maka itu menjadi kesalahan gereja. Untuk itu diperlukan juga bergumul di dalam doa dan melibatkan lebih dari dua atau tiga orang karena ini menyangkut pengambilan keputusan yang mempunyai tanggung jawab moral yang besar.
Teks ini mengatakan Tuhan hadir di dalam doa dan mengabulkan, artinya Tuhan menyetujui keputusan yang diambil (ayat 19-20) oleh gereja yaitu apa yang di ikat (dilarang) di dunia akan terikat (disetujui dilarang) oleh Tuhan dan apa yang dilepaskan (diijinkan) di dunia akan terlepas (disetujui diijinkan) juga oleh Tuhan. Ingat, doa ini dalam konteks disiplin gerejawi, bukan doa permohonan untuk hal-hal di luar disiplin gerejawi!
Berdoa satu orang secara umum bukan kurang kuasanya atau kurang didengar oleh Tuhan, sehingga perlu mengajak lebih banyak orang untuk berdoa bersama-sama agar doanya lebih didengar oleh Tuhan. Yang dimaksud Tuhan Yesus hadir dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya dan sepakat berdoa meminta keputusan dalam konteks disiplin gerejawi. Kata lainnya, Dia (Tuhan) sepakat (menyetujui) dengan keputusan Gereja—keputusan yang sah. Bila memakai istilah hukum, kehadiran Tuhan menandakan keputusan itu sah secara hukum.
Satu analogi meski tidak terlalu tepat menggambarkan arti teks tersebut tetapi bisa menjembatani agar lebih mudah dipahami. Misalnya ada dua orang ingin menjalin kerja sama dalam suatu usaha dan membuat akta perjanjian di Notaris. Notaris adalah pejabat yang berwenang/berotoritas untuk membuat ikatan dalam perjanjian secara hukum. Penandatangan akta perjanjian oleh kedua belah pihak ini disaksikan oleh minimal dua orang saksi dan dilakukan di hadapan pejabat Notaris tersebut dan perjanjian itu dinyatakan sah dan mengikat secara hukum. Tanpa kehadiran pejabat Notaris itu, penandatanganan itu tidak sah secara hukum.
Kehadiran Tuhan menandakan Dia setuju dengan kuputusan itu. Mengapa Dia setuju dengan keputusan itu karena itu datang dari Tuhan dan itu dibuktikan pada saat mereka berdoa memohon bijaksana dari Tuhan di dalam memutuskan perkara disiplin gerejawi. Tuhan mengabulkan doa mereka ketika keputusan diambil dengan benar, maka apa yang di ikat di dunia akan terikat di surga dan apa yang dilepaskan di dunia akan terlepas di surga “secara hukum”.
Tuhan Yesus pernah mengucapkan kalimat yang serupa seperti yang Dia ucapkan di Mat 18:18 yaitu di Mat 16:19 tetapi di dalam peristiwa yang berbeda. Mari simak konteks dari ayat tersebut. Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.”
Perkataan Tuhan Yesus ini berkaitan dalam konteks pertanyaan Dia waktu di Kaisarea Filipi, Dia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Menurut kata orang siapakah Aku ini?” (ayat 13). Murid-murid-Nya memberikan berbagai jawaban; ada yang mengatakan Dia adalah Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan Dia adalah Elia, ada yang mengatakan Dia adalah Yeremia, bahkan ada pula yang mengatakan Dia adalah salah seorang dari para nabi.
Kemudian Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan yang sifatnya pribadi: “Menurutmu siapakah Aku ini?”. Kemudian Petrus menjawab: “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!”. Kemudian Yesus berkata: “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (ayat 17). Lalu Yesus mengatakan satu kalimat: “Engkau Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (ayat 18). Untuk penjelasan mengenai arti “batu karang” dalam bagian ini, silahkan membaca artikel pada tabloid Mitra Indonesia dengan judul “Keselamatan yang Disamarkan”.
Singkatnya, Mat 16:18 itu menunjuk kepada pengakuan iman Petrus di ayat 17 “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!”. Di atas pengakuan Petrus, tentunya juga pengakuan semua para rasul dan para nabi yang menubuatkan tentang Mesias itu, dasar gereja itu didirikan (Ef 2:19-20). Dengan demikian, dasar gereja adalah Alkitab; di mana dasar pengakuan para nabi merujuk kepada Perjanjian Lama dan pengakuan para rasul merujuk kepada Perjanjian Baru. Di atas Alkitab, firman Allah yang hidup, pengakuan akan Kristus, sang Mesias, Anak Allah yang hidup, Tuhan dan Juruselamat satu-satunya – itulah dasar gereja. Pengakuan Yesus Kristus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup, itu yang dinamakan gereja. Jika tidak mengakui Yesus Kristus adalah Anak Allah yang hidup, itu bukan gereja!
Apa arti dari ayat “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga” (Mat 16:19a)? Para penafsir menganggap Petrus disebut secara khusus sebagai perwakilan dari rasul-rasul. Dia salah satu dari murid terdekat bersama dengan Yakobus dan Yohanes, memang Petrus adalah seorang murid yang kerap tampil paling menonjol di antara yang lainnya.
Esensi dari perkataan Tuhan Yesus kepada Petrus sebenarnya bermakna: “Petrus engkau akan menerima tanggung jawab yang berat dan sukar. Engkau akan mengambil keputusan-keputusan yang dapat berdampak pada kesejahteraan seluruh gereja, engkau akan menjadi pemandu dan pengarah gereja yang baru lahir. Keputusan-keputusan yang engkau ambil menjadi begitu penting sehingga keputusan-keputusan itu akan memberi dampak pada jiwa manusia, baik untuk sementara maupun untuk selamanya”. Tentunya semua keputusan-keputusan yang akan diambil ini, semuanya ada dalam kedaulatan Allah.
Petrus adalah salah satu soko guru gereja mula-mula, pemimpin gereja mula-mula dan perlu diketahui bahwa pada waktu itu Kitab Suci Perjanjian Baru (27 kitab) belum ada di awal-awal gereja berdiri. Bagaimana gereja menentukan banyak hal, maka di sini selain ada kitab-kitab yang memang sudah beredar di banyak gereja mula-mula misalnya surat yang paling tua dari Perjanjian Baru adalah surat Galatia.
Kitab Galatia ini muncul kira-kira sebelum tahun 48, sebelum sidang Yerusalem; sekitar 20 tahun setelah Tuhan Yesus naik ke surga. Injil Matius sendiri baru ditulis kira-kira tahun 60; sekitar 30 tahun setelah Tuhan Yesus naik ke surga. Itu berarti bahwa peranan para rasul di awal gereja mula-mula itu sangat penting untuk menentukan mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dan setelah itu kemudian dicatat semuanya, baru menjadi patokan bagi gereja Tuhan.
Dari apa yang bisa dilihat dalam sejarah gereja itu, pertama sidang di Yerusalem itu terkait dengan sikap gereja terhadap orang non Yahudi. Pada zaman itu banyak orang Yahudi mempercayai Tuhan Yesus datang hanya untuk orang Yahudi, ini diteguhkan dengan rasul-rasul yang Dia pilih itu semua orang Yahudi, sehingga timbul pertanyaan bagaimana dengan nasib orang-orang non Yahudi setelah itu? Paulus disebut sebagai rasul untuk orang non Yahudi karena di dalam pelayanannya Paulus beritakan Injil, banyak orang-orang non Yahudi bertobat, akan tetapi orang-orang Yahudi menolak itu. Kemudian terjadilah sidang Yerusalem dan sidang Yerusalem inilah yang menentukan setelah semua para rasul bersidang. Inilah pengertian perkataan Tuhan Yesus akan tanggung jawab besar yang di emban oleh para rasul dan di antara mereka, Petrus nampak yang paling menonjol di dalam sidang Yerusalem itu. Ini dapat di baca di Kis 15:5-12 pada sidang Yerusalem di mana Petrus tampil menonjol mewakili para rasul lainnya di dalam dia memberikan pendapatnya.
Setelah pernyataan Tuhan Yesus pada Mat 16:18, muncul perkataan Tuhan Yesus di Mat 16:19b yang mirip dengan apa yang Dia katakan di Mat 18:18. Pada Mat 16:19b kalimat “Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga”; dari sisi bahasa Yunani kata ganti “kau” itu ditulis dalam bentuk jamak. Sehingga kalau itu dalam bentuk jamak berarti “kau” di situ tidak ditujukan hanya kepada Petrus saja, tentunya kepada rasul-rasul yang lain juga, bahkan juga kepada orang-orang percaya dalam konteks sesudah zaman para rasul.
Kembali lagi, apa yang dimaksud perkataan Tuhan Yesus kepada Petrus: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga”? (Mat 16:19a). Kunci fungsinya adalah untuk membuka dan menutup. Jika dikatakan Petrus dan para rasul lainnya diberikan kunci Kerajaan Surga, apakah berarti mereka mempunyai kuasa membuka dan menutup pintu Kerajaan Surga? Apa maksud dari ayat ini? Sesungguhnya bukan hanya para rasul yang bisa membuka dan menutup pintu Kerajaan Surga tetapi setiap orang percaya pun dapat melakukannya. Bagaimana caranya bisa “membuka dan menutup pintu Kerajaan Surga”? Caranya adalah melalui pemberitaan Injil. Pintu surga tertutup bagi orang berdosa, tetapi pada waktu kita memberitakan Injil kepada orang tidak percaya dan dia menjadi percaya, sesungguhnya kita telah membuka pintu Kerajaan Surga bagi dia.
Pada peristiwa pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta, Petrus satu kali berkhotbah, 3000 orang bertobat. Di situlah janji Tuhan digenapi di mana pintu Kerajaan Surga dibuka untuk 3000 orang sekaligus. Sebaliknya bila Injil diberitakan dan ditolak, pintu Kerajaan Surga tidak terbuka bagi orang yang di injili itu alias pintu Kerajaan Surga itu tetap tertutup baginya. Pertanyaannya apakah benar setiap orang percaya diberikan kuasa atau otoritas itu? Kuasa itu bukan diberikan kepada orang percaya secara pribadi tetapi Injil yang diberitakan oleh setiap orang percaya itu yang berkuasa. Otoritas bukan ada pada pribadi orang percaya tetapi kuasa itu ada pada Injil itu sendiri yang diberitakan oleh orang percaya kepada setiap orang.
Kalimat “apa yang kau ikat di dunia terikat di surga, apa yang kau lepas di dunia terlepas di surga” (Mat 16:19), adalah dalam konteks pemberitaan Injil. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa kata “mengikat” dan “melepaskan” adalah dua frase yang umum digunakan oleh rabi-rabi Yahudi. Biasanya kata “mengikat” dipahami sebagai tindakan melarang; sedangkan “melepaskan” adalah suatu tindakan yang mengijinkan. Ini merupakan frase yang biasa digunakan untuk keputusan yang menyangkut hukum. Semua keturunan Adam adalah orang-orang berdosa, yang dibelenggu (di ikat) oleh dosa, sehingga ketika Injil diberitakan, itu berkuasa “melepaskan” atau Allah mengijinkan pintu Kerajaan Surga terbuka bagi orang yang menerima Injil itu. Sebaliknya pintu Kerajaan Surga akan tetap tertutup bagi orang yang menolak Injil, artinya orang itu masih terbelenggu (terikat) oleh dosa sehingga Allah pun “mengikat” atau melarang pintu surga terbuka bagi orang itu.
Bagi setiap orang yang mengaku dirinya orang percaya, sebagai murid Kristus; beritakanlah Injil seperti apa yang telah di amanatkan oleh Tuhan Yesus Kristus (Mat 18:29-20) karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan; orang benar akan hidup oleh iman (Rm 1:16-17). Soli Deo Gloria.
Penulis : Harry Mandagi, adalah seorang pemerhati yang memiliki panggilan pelayanan untuk umat Kristiani di Indonesia lintas Sinode Gereja.