Yogyakarta – Musyawarah Daerah (Musda) Gereja Pantekosta di Indonesia, (GPdI), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang diselenggarakan di sebuah Hotel di Kawasan Kaliurang, Sleman, DIY, pada 8 Juni 2022, mengagendekan, salah satunya memilih Ketua Majelis Daerah (MD) Periode 2022 – 2027.
Sebelum masuk pada paripurna pemilihan Ketua MD GPdI DIY, Periode 2022 – 2027, didahului dengan jeda makan siang dan rapat – rapat komisi. Saat – saat itu, pantauan media ini, beberapa Hamba Tuhan yang disinyalir Pengurus Majelis Daerah DIY, Ketua Pelaksana Tugas (PLT), Ketua MD DIY, yang juga Ketua Dep. Organisasi MP, Pdt. Harry Mulyono, dan salah satu pengurus Yayasan berinisial A serta utusan Majelis Pusat masuk dalam kamar Eldeweis nomor 4, Hotel tempat pelaksaan Musda DIY.
Tidak beberapa lama ada juga beberapa hamba Tuhan yang menyusul masuk, disinyalir pengurus MD DIY. Sekitar 20 – 30 menit, hamba – hamba Tuhan itu melakukan pertemuan, pantauan media ini, tiba – tiba Pdt. Samuel Tandiassa salah satu kandidat yang saat itu masih menjalani sanksi pemberhentian sementara sebagai Ketua MD DIY, mondar – mandir di depan kamar yang menjadi titik pertemuan.
Saat itu Pdt. Samuel Tandiassa, tidak masuk dalam kamar itu melainkan duduk di depan kamar. Gelagat Pdt. Samuel Tandiassa, saat itu sedang mencurigai ada rekan – rekannya yang selama 5 tahun bersamanya di MD DIY, dan masih berkomitmen bersamanya untuk membangun MD DIY periode 2022 – 2027.
Tidak beberapa lama, keluarlah pengurus Yayasan berinisial A yang bukan peserta Musda bersama dengan PLT Ketua MD DIY, di susul beberapa pengurus MD DIY 2017 – 2022. Dan dua orang pengurus MD DIY berinisial P dan Z kaget semacam kepergok, langsung balik dan masuk lagi ke kamar. Ternyata saat itu, Pdt. Samuel Tandiassa sudah melakukan tangkap gambar kamera.
“Saya masih percaya, sebab kita punya niat dan semangat menjaga dan membangun GPdI DIY. Tapi memang orang – orang yang saya sebutkan tadi, sulit untuk dipercaya. Tapi tidak apa – apa kalau mereka memang tidak mampu mempertahankan integritas diri sebagai hamba Tuhan,” kata Pdt. Samuel Tandiassa kepada wartawan media ini yang hadir menyaksikan jalannya Musda.
Setelah itu, Pdt. Samuel Tandiassa, masuk mengikuti komisi organisasi. Bersamaan dengan itu media ini melihat dan mendapatkan gambar ada hamba – hamba Tuhan DIY peserta Musda, secara bergilir menemui salah satu pengurus Yayasan berinisial A, yang sudah menunggu di sebuah pojok hotel.
Wartawan media ini bahkan sempat membantu beberapa hamba Tuhan yang sedang mencari si A karena tidak kelihatan (ada di pojok). “Oh bapak mau cari sih A? itu ada di pojok. Satu – satu bertemunya karena pada satu – satu yang menemuinya,”kata wartawan media ini. Dan hamba Tuhan itu secara bergiliran bertemu dengan pengurus Yayasan berinisial A tersebut.
Sebagai informasi, Pdt. Samuel Tandiassa, diberikan sanksi oleh Majelis Pusat (MP) GPdI karena masalah asset GPdI Jl. Hayam Wuruk, DIY, berhubungan dengan Yayasan yang salah satu pengurusnya berinisial A hadir di kompleks hotel tempat pelaksanaan Musda DIY.
MP Mendiskualifikasi Pdt. Samuel Tandiassa
Usai sesi komisi – komisi membahas materi – materi yang ada, hamba – hamba Tuhan masuk aula untuk mengikuti Paripurna Panitia Nominasi (Panom) Musda DIY, membacakan dua nama calon Ketua MD DIY Periode 2022 – 202 yang lolos, Pdt. Samuel Tandiassa dan Pdt. Zefanya Kristianto di depan 51 pemegang hak suara, dan utusan Majelis Pusat, Pdt. DR. Wempy Kumendong, SH, Pdt. Herry Lumataw, Pdt. Lodwyk Kambey dan Ketua Majelis Pertimbangan (MPR) Pdt. Gultom.
Hasil dan kerja keras dari Panom untuk menjaring sampai mensahkan kedua calon Ketua MD DIY, Periode 2022 – 2027, tidak diterima seutuhnya oleh pihak Majelis Pusat. “Kami (minta maaf), karena salah satu kandidat yaitu Pdt. Samuel Tandiassa tidak dapat menjadi calon Ketua MD DIY Periode 2022 – 2027,”kata Pdt. Wempy Kumendong.
Alasan dari pendeta yang memiliki titel doktor hukum, Pdt. Wempy Kumendong, mewakili MP mendiskualifikasi Pdt. Samuel Tandiassa, karena sementara menjalani sanksi pemberhentian sementara. “Dalam AD/ART bahwa dalam hamba Tuhan yang diberhentikan atau dipecat paling lama 2 tahun, dan dapat dicabut kembali apabila yang bersangkutan bertobat atau menyesali perbuatannya. Ini belum dicabut sanksinya,”
Argument yang diberikan dosen hukum itu mendapatkan “perlawanan” argumentasi dari Sekretaris Majelis Daerah (Sekda) dimisoner, Pdt. Frans Setyadi. “Bunyi sanksi itu berhenti sementara sebagai Ketua MD, paling lama 2 tahun. Dan saya mau tanya, tugas sebagai Ketua MD berakhir kapan?,”
Pdt. Wempy Kumendong, bukan memberikan jawaban malah bertahan dalam argumentnya dan membuat peserta sidang tertawa. Peserta lagi – lagi tertawa, apakah karena Pdt. Frans Setyadi mampu “mematahkan” argument Pdt. Wempy Kumendang atau hal yang lain. Tapi bila dicermati, jawaban yang diberikan oleh Pdt. Wempy Kumendong.
Saat itu suasana cukup “memanas” karena pihak Majelis Pusat (MP) tetap bertahan dalam pendirian bahwa Pdt. Samuel Tandiassa tidak bisa menjadi calon Ketua MD GPdI Periode 2022 – 2027.
Pdt. Dr. Frans Setyadi M, M. Th. kemudian membantu pihak MP untuk melihat kasus kenapa Pdt. Samuel Tanidassa, diberhentikan sementara dengan mengungkapkan bahwa Pdt. Samuel Tandiassa, dalam kapasitasnya sebagai ketua MD DIY, sedang berjuang mempertahankan asset GPdI yang dicurigai akan berpindah tangan kepada Yayasan yang bukan milik organisasi GPdI, Yayasan yang baru berdiri tahun 2019. Padahal asset yang dibicarakan adalah asset yang berdiri sekitar tahun 1959 oleh (alm) Pdt. Lesnusa, dan SK hibah dikeluarkan (diberikan) Gubernur DIY, Sri Sultan IX, tahun 1981.
“Seharusnya MP GPdI berterima kasih kepada MD DIY, bukan melakukan pemberhentian kepada Ketua MD Pdt. Samuel Tandiassa. Juga dalam mempertahankan asset GPdI, bukanlah untuk atas nama pribadi Pdt. Samuel Tandiassa, tetapi untuk atas nama organisasi GPdI, kenapa Pdt. Samuel Tandiassa yang harus menerima pemberhentian? Kenapa tidak semua personil MD DIY Periode 2017 – 2022,” tanya Pdt. Dr. Frans Setyadi.
Pertanyaan Pdt. Frans Setyadi, tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, karena memang pada prinsipnya pihak MP berpegang pada sebuah keputusan, dimana Pdt. Samuel Tandiassa, tidak dapat diikutkan dalam pencalonan. “Sanksi ini diberikan kepada sifatnya pribadi,” Kata Pdt. Wempy Kumendong.
“Apa yang dilakukan Pdt. Samuel Tandiassa, sebagai Ketua MD, mempertahankan AD/ART, dan asset GPdI, apakah salah atau tidak?” tanya Pdt. Frans Setyadi” Tidak salah,” kata Pdt Wempy Kumendong.
Walau begitu, tetap saja MP bertahan pada argumentnya untuk tidak mengijinkan Pdt. Samuel Tandiassa, sebagai salah satu Calon Ketua MD DIY Periode 2022 – 2027.
Suasana yang sudah memanas, menjadi tenang karena kematangan Pdt. Samuel Tandiassa dalam mengemban sebuah jabatan sebagai Hamba Tuhan. Saat itu Pdt. Samuel Tandiassa tidak mau berargumentasi lagi.
“Untuk apa kita berargumentasi? Kita menggunakan argumentasi logika hukum AD/ART, dengan meminta Biro Hukum Majelis Pusat MP periode 2017 – 2022 dan pandangan hukum dari ahli hukum tatanegara advokasi Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan Advokasi PTUN Jakarta Victor Santoso, SH, M. Hum. Sedangkan pihak MP menggunakan logika tidak mengijinkan saya menjadi calon karena ada sanksi pemberhentian sementara, pada hal pakar hukum sudah memberi pendapat hukum bahwa SK Sanksi itu cacat formil dan harus dibatalkan. Padahal katanya Musda ini dibuat untuk mempererat kebersamaan hamba Tuhan, tapi yang dibuat sebaliknya, memaksakan kehendak dengan sikap intinya sudah keputusan bahwa saya tidak boleh calon walau harus meminggirkan logika – logika hukum AD/ART,” tegasnya.
Melihat situasi yang ada, bisa saja Pdt. Samuel Tandiassa “membiarkan” pendukung – pendungnya terus berargument melawan keputusan MP sampai keos. Tapi hal itu tidak dilakukannya karena kedewasaannya berorganisasi dan merasa diri sebagai hamba Tuhan yang berintegritas, serta menyerahkannya kepada Tuhan.
“Dari argumen-argumen “ngotot” dan di luar nalar hukum dari Pdt. Herry Lumataw itu saya berkesimpulan bahwa saya didiskualifikasi bukan karena soal SK sanksi, tetapi memang sudah menjadi target untuk dijegal karena ada kepentingan-kepentingan tertentu. Tetapi saya pikir Tuhan tidak tutup mata. Tuhan lebih tahu apa yang dilakukan oleh MP sehingga Musda DIY 2022 menjadi keos seperti ini. Sekali lagi dalam bahasa Jawa: GUSTI MBOTEN SARE, kata Pdt. Samuel Tandiassa.
“Jadi kami Majelis Pusat sudah memutuskan dan menetapkan bahwa Pak Tandiassa itu belum direhab, maaf, kalau tidak bisa menerima itu keputusan kami, keputusan Majelis Pusat,” kata Pdt. Harry Lumataw.
“Saat ini kami menyatakan bahwa Pdt. Sefanya Christianto adalah calon tunggal Musda DIY 10,” kata Pdt. Harry Lumataw.
“Karena satu calon maka dengan demikian Pdt. Sefanya Christianto, terpilih secara aklamasi dan ditetapkan sebagai Ketua MD GPdI DIY Periode 2022 – 2027,” demikian bunyi putusan yang dibacakan Pdt. Wempy Kumendong, SH, disertai dengan pengetokan palu sebanyak 3 kali.
Seharusnya Om Samuel Tandiassa tegas menegakkan hukum. Krn hukum yg di jalankan MP benar2 cacat.
Jika membiarkan hal ini terjadi, maka akan semakin cacatnya hukum ke depan. Krn MP memperlihatkan ego dlm mengambil keputusan dgn hnya begantung pada otoritasnya sebagai MP yg punya hak memecat tp sangat berlawanan dgn hukum yg ada.