Pdt. Dr. Samuel Tandiassa

Perhelatan MUKERNAS Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) pada 14-16 Mei 2019 di Malang telah usai. Acara yang dihadiri seluruh pengurus MD GPdI dari dalam maupun luar negeri tentu membawa kesan tersendiri bagi tiap-tiap orang yang hadir, termasuk saya. Berikut ini beberapa peristiwa dan kesan yang sempat penulis catat sepanjang MUKERNAS berlangsung.

Topik yang Menghentak

Menjelang pelaksanaan MUKERNAS, tepatnya tanggal 13 Mei 2019, masyarakat atau warga GPdI di seluruh Nusantara bahkan di seluruh dunia, dihentak oleh sebuah berita di media online tabloidmitra.com dengan judul “Pimpinan GPdI Diterpa Isu Memilik Wanita Lain Menjelang MUKERNAS.”

Berita ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga membuat warga yang memiliki Indentitas GPdI merasa malu, sedih, kecewa bercampur marah. Betapa tidak, GPdI yang hampir seabad berkiprah di Indonesia, dan yang selama ini dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual tentang kesucian, kini justru diterpa oleh berita tentang masalah moral.

Insiden Lagu Kebangsaan

Dalam pembukaan MUKERNAS terjadi insiden ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya. Awalnya para peserta menyanyi dengan spirit hormat dan khidmat. Setelah dinyanyikan satu kali, seperti biasanya langsung masuk ke reff, tapi pada saat itu dari panggung terdengar lagu, yang ternyata rekaman, dimulai dari awal lagi.

Seluruh peserta dalam ruangan, yang tadinya berdiri dalam sikap tegak dan khidmat mulai saling tatap satu dengan yang lain dengan mimik wajah keheranan dan penuh tanya, tetapi terus menyanyikan lagu kebangsaan sampai selesai.

Saat lagu kebangsaan akan diulang dari reff, lagi-lagi dari panggung terdengar lagu Indonesia Raya dimulai dari awal untuk ketiga kalinya. Sontak suasana berubah menjadi gaduh, dan lebih gaduh lagi ketika lagu Indonesia Raya tiba-tiba disetop di tengah jalan.

Mungkin ini pertama kalinya terjadi dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, di mana lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan dua kali plus setengah dalam sebuah acara resmi dan celakanya, ini terjadi dalam sebuah organisasi yang katanya salah satu organisasi gereja besar di Indonesia, yaitu GPdI. Semoga saja tidak diusut oleh yang berwajib karena dianggap sebagai penghinaan terhadap simbol-simbol negara. “Oh Tuhan lindungilah GPdI”.

Ketegangan

Ketika Rapat Pleno I suasana disharmoni sudah terasa. Sapa menyapa antar pendeta sepertinya hanya basa-basi, senyuman tampak dipaksakan, dan pandangan mata pun seakan penuh curiga satu dengan yang lain. Saat bersalaman, mimik di wajah-wajah para hamba Tuhan, seakan ada tanya: “Anda di pihak kami atau Anda di pihak mereka?”

Dan terjadilah ketegangan itu. Berawal dari ketika seorang ketua MD-tepatnya ketua MD Sulteng, meminta supaya sebelum melanjutkan acara MUKERNAS, MP mengklarifikasi lebih dahulu sebuah pemberitaan di media online tentang masalah yang diduga dilakukan oleh Pimpinan GPdI.

Tiba-tiba seorang dari depan yang tanpa kulonuwun, berteriak seakan dia berada di hutan, memotong pembicaraan ketua MD yang masih berdiri memegang mic. Saat itu perdebatan sengit pun tak dapat dihindari, tentu dengan nada-nada yang semestinya tidak keluar dari mulut seorang hamba Tuhan atau pendeta.

Tidak berhenti sampai di situ. Ketika seorang ketua MD yang lain menyampaikan usulan ke pimpinan sidang, lagi-lagi orang yang sama, entah datang dari daerah mana, berteriak-teriak dari depan memotong dan bermaksud menghentikan pembicaraan ketua MD Lampung yang masih tetap berdiri dengan mic di tangannya. Suasana ruang sidangpun langsung terasa panas dan semakin tegang. Dan kini muncullah ke permukaan siapa di pihak siapa.

BACA JUGA  Pesan Natal GPdI Narwastu, Umat Harus Mau Berkorban

Sesi Selingan

Di sela-sela Pleno Mukernas, ada sesi selingan yaitu sesi ‘Klarifikasi’. Sesi ini bertujuan untuk mengklarifikasi tentang isu moral yang diberitakan oleh tabloidmitra.com yang berjudul: “Pimpinan GPdI Diterpa Isu Memilik Wanita Lain Menjelang MUKERNAS”. Di dalam ruang klarifikasi, ketegangan pun tidak dapat dihindari, akibat adanya tekanan-tekanan, yang tidak hanya berupa kata-kata yang penuh emosi, tetapi juga ada kalimat-kalimat yang bernada intimidasi, bahkan nyaris terjadi kekerasan fisik.

Misalnya, ketika Pdt. Harry Gultom, Ketua MD Sumsel, akan berbicara dengan maksud menjelaskan sesuatu sebelum masuk ke acara klarifikasi, orang-orang dari kanan dan kiri, dan dari belakang berteriak-teriak membentak, melarang beliau untuk berbicara. Bahkan ada yang membentaknya supaya duduk.

Tetapi Pdt. Gultom tetap pada pendiriannya meminta waktu untuk berbicara. Karena Pdt. Gultom tidak mau duduk, tiba-tiba seorang anggota MP, yang kebetulan berasal dari Indonesia Timur, yang sejak awal berdiri di samping kiri kami, berlagak bak seorang pasukan keamanan, dengan wajah beringas seakan mau menerkam, maju beberapa langkah menghampiri Pdt. Gultom yang masih dalam posisi berdiri, dan mau memaksa agar duduk dan tidak berbicara.

Namun Pdt. Gultom tetap berdiri dan meminta pimpinan untuk memberikan hak kepadanya melanjutkan pembicaraannya. Maka kegaduhan dalam ruangan pun tidak terhindarkan, bahkan suasana terasa sangat menegangkan bahkan cukup mengerikan.

Klarifikasi yang diharapkan datang dari orang yang pertama kali memunculkan isu moral itu tidak diperoleh karena yang bersangkutan, yang berinisial RW sebagaimana yang ditulis di dalam tabloidmitra.com, disebut-sebut telah pulang lebih dahulu sebelum dilakukan sesi klarifikasi, sedangkan orang kedua yang menjadi sumber berita di tabloidmitra.com dalam hal ini Pdt. A. H. Mandey, tidak mengucapkan satu kata pun, walaupun ketua MD Sulteng, Pdt. F. Rewah telah sempat mengungkapkan harapannya agar Pdt. A. H. Mandey berkenan memberi klarifikasi. Namun sampai sesi klarifikasi ditutup, ia tidak mengatakan apa-apa, atau mungkin tidak ada kesempatan untuk berbicara?

Dengan demikian sesi tersebut secara substansi, isinya bukan mengklarifikasi tetapi penyangkalan, karena pihak-pihak yang seharusnya mengklarifikasi justru tidak hadir atau tidak berbicara.

Sendirian

Hari terakhir di MUKERNAS ditandai dengan sebuah pemandangan yang cukup mengharukan, khususnya bagi mereka yang memperhatikan situasi jalannya seluruh proses MUKERNAS sejak pembukaan. Pagi itu tanggal 16 Mei 2019, tepatnya sekitar pukul 09.00, Ketua MPR GPdI keluar dari lift dipapah oleh anaknya laki-laki menuju ke restoran untuk breakfast.

Ketika bersama Ketua MPR GPdI Pdt. AH Mandey (baju biru)

Dengan hati-hati sang anak menuntun ayahnya ke sebuah meja tepat di pintu masuk ruang makan. Sosok yang pernah memimpin GPdI selama puluhan tahun itu duduk sendirian di kursi makan, menunggu sarapan yang diambil sang anak. Hidangan sarapan pun datang. Di kursi yang ada di depan dan di samping beliau tak ada siapa-siapa. Orang-orang yang lalu lalang hanya menyapa “Selamat pagi Om” sambil berlalu karena mereka sudah terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.

Melihat kesendirian yang mengharukan itu, penulis kemudian mengajak Pdt. Hary Gultom, Ketua MD Sumsel, untuk pindah tempat duduk dan menemani ketua MPR sarapan selama beberapa saat. Sesaat setelah kami beranjak dari kursi, Pdt. Gultom sempat berucap “aku tak dapat menahan mata melihat keadaan ini.”

BACA JUGA  Mau GPdI Menjadi Lebih Baik? Laksanakan Musda – Musda Sesuai Konstitusi

Pemandangan ini sangat berbeda dari ketika hari pertama dan kedua MUKERNAS, ketua MPR ini dikawal begitu ketat oleh security dan Anggota-anggota MP. Di kanan kiri beliau ada dua orang MP menggandeng dengan sangat hati-hati. Bahkan menurut ketua MD Sumsel, ketika Ketua MPR ke toilet pun ditunggui oleh anggota MP. Masih menurut ketua MD Sumsel, ketika bermaksud berjabat tangan dengan sesepuh GPdI itu, ia tidak berhasil karena penjagaan yang sengat ketat.

Kesan-kesan Peserta

Seperti halnya acara-acara nasional lainnya, para peserta Mukernas GPdI 2019 juga mengungkapkan kesan-kesan atau pengalaman mereka tentang MUKERNAS. Mereka adalah:

1. Pdt. Musa Yowei, Wakil Ketua MD Papua Barat

“Saya sebenarnya sangat kecewa dan malu      mengikuti MUKERNAS kali ini. Ini adalah acara tingkat nasional, dihadiri pejabat negara, dan pemimpin-pemimpin GPdI dari seluruh Indonesia, tetapi acaranya seperti tidak ada persiapan. Yang membuat saya sangat malu adalah ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Sebagai seorang Ketua FKUB yang biasa mengikuti acara-acara kenegaraan, kesalahan menyanyikan lagu kebangsaan itu sesuatu yang sangat memalukan, lebih-lebih lagi kita ini organisasi gereja. Pantaslah kalau Pak Dirjen bilang di dalam sambutan ‘makanya GPdI buka sekolah’. Mengapa beliau sampai bicara demikian? Ini harus ditanyakan maksudnya apa. Tapi menurut saya, ini mungkin salah, maaf, karena menyanyikan lagu kebangsaanpun kita masih salah”. Demikian ia mengungkapkan kekesalannya.

2. Pdt. Dr. Novi Hans Maki, Sekretaris MD Bali
Melaui sebuah grup WhatsApp, ia mengungkapkan: “Saya salah satu orang yang sangat tidak percaya kalau GPdI bisa hancur/bubar, namun dengan peristiwa ini (MUKERNAS), rasanya saya harus berpikir ulang.”

Ia pun menulis dalam grup WhatsApp tersebut dengan kalimat “Selamat tinggal MUKERNAS. Tinggalkan arena MUKERNAS dengan begitu banyak pertanyaan, begitu banyak gejolak, dan begitu banyak perenungan. Memang hidup begitu banyak Misteri, namun satu hal yang pasti dan nyata, Tuhan tidak tidur. Yang aku yakini, pada akhirnya kebenaran akan muncul dan mengalahkan keculasan.”

Akhirnya, Pendiri dan Ketum JEM Ministry tersebut mengakhiri dengan kalimat “Salam Kompak, Salam Komit, Tuhan Pasti Perhitungkan Perjuangan Kita.”

3. Pdt. Dr. Fengky Rewah, Ketua MD Sulteng
Dalam grup WhatsApp, ia memberikan tulisan yang cukup dalam maknanya. “Alam roh-roh tercium sangat tajam di arena MUKERNAS. Ada Tonaas yang hadir di acara kudus, menjadi pengawal khusus.

Belum lama ini ES, JL (entah siapa yg dimaksud) dikenakan disiplin gereja karena mengikuti acara adat Minahasa. Kali ini hadir di arena resmi GPdI. Yang mengerikan ada tonaas masuk dan mengawal MUKERNAS. Mendatangkan mereka, membayar hotel mereka, dan membayar mereka, pake dana apa ya?”. Demikian ia mengakhiri tulisannya.

Ini hanyalah sekelumit cerita dan pengalaman penulis dan kawan-kawan selama pelaksanaan MUKERNAS.

*Penulis adalah Ketua Majelis Daerah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Yogyakarta.

Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca tabloidmitra.com, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi.

Apa pendapat anda tentang post ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0

6 KOMENTAR

  1. Hahahhahaaa.. Gpdi Memalukan!!!!!!.. Apa yang mau di tiru dari Pemimpin Model Begini…..
    Makanya Ketinggalan Pelayanan nya DARI gereja Lain….

  2. GPdI perlu reformasi, banyak hal2 yg tdk sesuai dgn kehendak Tuhan.
    Rasa pesimis sdh terasa sebelum Mukesnas.

  3. Setiap manusia punya sisi gelap baik masa lalu(sblum bertobat atau terkini bahkan sdh jadi pemimpin) tatkala mthari bersinar pagi hari. Bayang” seseorang tampak panjang, FT berkata hingga rembang tengah hari. Bayang2 itu sdh berada dibawah telapak kakinya. Ini mudah dimengerti, ketika bayangan dirinya memanjang spt menakutkan, tetapi setelah matahari berada tepat diatas kepala nya bayangan justru dibawah kaki nya. Se-suci2 nya manusia, tidak mungkin bisa sempurna jadi paling suci. Sperti kata pepatah, se-pandai2 tupai melompat pasti akan terjatuh. Untung Tuhan Yesus berdoa Dia berkata pada Petrus Luke 22:31,32. Walau iblis menuding, jika Yesus yg berdoa, tak ada yg bisa GUGAT. Tdk ada manusia yg bisa benar sendiri. Kecuali Yesus saja. Jadi tdk ada yg benar seorangpun, kecuali dibenarkan oleh Allah, Tuhan kita.(2 Kor.5:21).
    Maka hendaknya masing” Hamba Tuhan bisa kuasai dirinya sendiri, jika tidak bisa kendalikan diri sendiri, bukan jadi hamba Tuhan lagi, tapi hamba setan. Seorang pengikut Kristus yg sejati HARUS bisa MELEPASKAN haknya. Mengampuni = pelepasan Hak. Suatu perjuangan yg sangat sukar. Pengikut Kristus sejati harus bisa hidup seperti Daniel, sekalipun dibawah pimpinan seorang raja yg bengis, tdk percaya Tuhan n kejam, jahat. Tapi Daniel tdk berbayang sedikitpun alami perubahan, ma lahan dia pengaruhi para raja sejamannya itu dng perbuatannya yg penuh pengharapan pd Tuhan. Tetap semangat,Tuhan berkati.

  4. Semoga kesimlulan saya salah..
    Organisasi GPdI bisa bubar kalau sudah ada roh lain yang dilibatkan.. ?
    Jargon Api Pantekosta yang puluhan tahun menjadi kekuatan supra natural yang mewarnai pelayan dan hamba Tuhan selama ini seolah-olah hilang karena ulah segelintir pemimpin yang tidak berintegeritas ikut mempengaruhi GPdI.
    SUDAH SAATnya GPdI mereformasi diri… baik dari sisi manajemen dan administrasi, komitmen, integritas diri, dll.

    Salam Kasih dan Doa

Tinggalkan Balasan ke Welly Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini